Kabarbelanda.com – Setelah lebih dari dua tahun tidak dapat beraktivitas karena pandemi Covid-19, perkumpulan (stichting) warga Batak tertua di Eropa, Bona Ni Pasogit, kembali menggelar
Bona Ni Pasogit telah berdiri di Belanda sekitar 30 tahun lalu yang kini diketuai J. Sitorus. Perkumpulan tersebut beranggotakan warga asal Indonesia, dan berdomisili di Belanda. Meski perkumpulan Batak, namun anggotanya terdiri atas berbagai suku di Indonesia. Tak hanya Batak, melainkan juga Sunda, Maluku, Tionghoa, dan bahkan warga Belanda.
Semua bersifat sukarelawan. Selain bersilaturahmi antar warga Batak khususnya dan diaspora Indonesia pada umumnya, Bona Ni Pasogit juga digunakan untuk mengumpulkan dana, yang kemudian disumbangkan ke Tanah Air. Misalnya membangun irigasi, pengolahan air minum di desa-desa terpencil di sekitar Tapanuli Utara.
Di tengah kewaspadaan akan Covid, Bona Ni Pasogit digelar pada 8 Oktober lalu di Kota Kaatsheuvel, yang berjarak 110 kilometer selatan Amsterdam merupakan kota kecil namun sering di kunjungi orang2 dari manca negara. Di sana terdapat taman istimewa “Efteling” yang tak asing lagi bagi seluruh penduduk Belanda, dan selalu ramai di musim semi hingga musim gugur.
Hasrat dan keinginan untuk berkumpul kembali, berbincang bincang dan tertawa bersama teman teman membuat para pengunjung telah mulai berkerumun, meskipun para penampil masih bersiap untuk tampil pada pukul lima sore.
Sebelum pandemi melanda, biasanya Bona Ni Pasogit menggelar Familiefeest hampir setiap tahun. Acara tersebut biasanya dikunjungi sekitar 100-200 diaspora dari berbagai suku di Indonesia dan selalu dihadiri Duta Besar atau Wakil Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda. Mayoritas pengunjung Familiefeest biasanya warga Batak dari Belanda, Belgia dan Jerman.