Reportase: Cindy Angelique
Den Haag, KabarBelanda.com- Perkembangan media cetak di Belanda ternyata masih relatif stabil. Koran dan beberapa majalah dengan segmen pasar yang loyal masih bertahan diantara serbuan informasi digital.
Nah segmen pasar kalangan tertentu inilah yang membuat media cetak tidak saja bertahan tetapi bahkan ada beberapa yang berani menciptakan majalah baru. Seperti majalah Rakus, yang baru saja diluncurkan.
Majalah ini menyasar segmen khusus yang justru mendapat tempat di kalangan anak muda penggemar kuliner Indonesia di Belanda.
Menurut pemred Majalah Rakus, Helena Smith, ia tidak menyangka majalah edisi perdana nya mendapat reaksi positif dari kalangan keturunan campuran Indonesia-Belanda, terutama anak muda.

Peluncuran Majalah Rakus di sebuah ruangan di Museum Sophiahof, Den Haag. Museum sejarah Hindia Belanda dan Maluku.
Acara berlangsung mulai jam 12 sampai jam 17.00. Tamu undangan yang datang adalah mereka yang pernah menjadi narasumber dan para pemasang iklan, yang mendukung Majalah Rakus.
Di antara nya para chef dan pemilik restoran, pemilik toko makanan Indonesia, toko yang menjual produk Indonesia, seperti toko chocolate dan beberapa penulis/contributor.
Hadir pula I Gusti Agung Ayu Ratih dari Fungsi Penerangan dan Sosial Budaya KBRI Den Haag. Tak kurang dari 60 orang yang hadir di sini.
Vivian Boon, Pemimpin Redaksi Majalah Moesson membuka acara peluncuran dengan mewawancarai Helena Smit, seputar kelahiran Majalah Rakus.

Para tamu undangan sangat antusias karena mereka semua pernah terlibat dalam majalah ini. Mereka juga aktif bertanya seputar informasi kuliner khas Indonesia.
Jamuan makan siang ala Indonesia turut meramaikan acara. Antara lain, nasi putih dan nasi goreng dengan satu lauk. Nasi goreng rendang dan sambal goreng buncis.
Suasana juga seru karena beberapa chef melontarkan kata-kata lucu, berbalut humor segar.
Ada juga mini workshop tentang cokelat, yang menceritakan perjalanan coklat dari Indonesia sampai ke Belanda. Para hadirin juga belajar bagaimana mencoba cokelat dengan cara yang tepat.

Pembicaranya adalah Ray. Yang bersama istrinya, Sanna, mengelola toko cokelat The Chocolate Shop di Den Haag. Mereka tidak hanya menjual cokelat dari Indonesia saja tetapi juga cokelat dari seluruh dunia termasuk dari Peru.
Di akhir sesi miniworkshop tentang coklat, para hadirin mendapatkan satu kantong berisi dua batang coklat.
Saat rehat diskusi, para hadirin juga bisa mencicipi es krim rasa durian dari Capri Ijssallon Rotterdam. Kebetulan pemilik kedai Es krim ini adalah warga Indonesia, yaitu Nova Burdo-Marcelin yang dikenal sebagai penari tradisional Indonesia di Belanda. Ia bersama sang suami, warga Italia memulai bisnisnya memperkenalkan es krim dengan rasa aneka buah dari Asia termasuk Indonesia.
Ada pula lapis legit dari Indo Treats. Seperti ada di boks dari Restoran Kopi Kopi. Pembuat snack khas Indonesia yang dikemas dalam sebuah kotak dengan hiasan unik.

Bertemu orang Indonesia, semakin bertambah teman kuliner dari Den haag dan sekitarnya.
Majalah RAKUS adalah majalah kuliner unik yang membahas tentang makan-makan di Belanda.
“Di Belanda, karena sejarah bersama dengan Indonesia, kami telah mengembangkan budaya kuliner komunal yang unik yang harus kami hargai dan rayakan,” kata Helena Smit kepada KabarBelanda.com.
Budaya makan bersama ini telah menjadi begitu jelas sehingga sering dianggap remeh, meskipun seharusnya tidak demikian.
Selain itu, makanan berfungsi sebagai cara yang luar biasa untuk menarik perhatian pada sejarah dan budaya bersama antara Indonesia dan Belanda dengan cara yang mudah dipahami.

“Ini adalah sejarah dan budaya yang belum sepenuhnya diakui atau dipahami oleh masyarakat Belanda,” kata Helena.
Comments are closed.