Sumpah Pemuda, Indonesia dan Keindonesiaan

Dalam ketiga rapat umum itu, selain para pemuda juga hadir khalayak ramai, polisi dan dinas intelijen Hindia-Belanda. ‘Pemuda’ yang hadir memang betul-betul muda.  Moh Yamin baru setahun menjadi mahasiswa. Banyak yang lebih muda lagi. Pandu-pandu yang menjaga keamanan malam itu berumur di antara 11-18 tahun!

Dalam ketiga rapat umum itu, beberapa orang rupanya belum fasih berbahasa Indonesia! Mereka berpidato dalam Bahasa Belanda dan Moh Yamin menerjemahkannya. Namun, rupanya rasa nasionalisme mereka tetap menggebu-gebu. Mulanya kelompok kepanduan ingin berarak-arakan, tetapi pihak kepolisian tidak mengizinkannya. Larangan menjengkelkan ini semakin meningkatkan solidaritas pemuda. Ketika WR Supratman melantunkan lagu Indonesia Raya dengan biolanya tampak banyak mata berlinang di ruangan itu.

Diorama WR Supratman saat menyanyikan “Indonesia Raya” dengan lantunan biolanya. (headtopics.com)

Menjelang akhir acara, ketika Sunario SH menyerukan para pemuda untuk menjadi penggerak persatuan Indonesia, Moh. Yamin, sekretaris di acara itu, menyodorkan sehelai kertas kepada Sugondo, ketua rapat. “Saya punya rumusan resolusi yang elegan,” katanya.

Sugondo segera memberi paraf setuju setelah membaca rumusan di kertas itu.  Amir Syarifuddin membacanya dan segera menandatangani kertas itu. Rumusan sederhana di kertas itu adalah Sumpah Pemuda, yang kemudian dibacakan dengan lantang: 

“Kami, putra dan putri Indonesia, mengaku …” (“and the rest is history!” kata orang yang tidak berbahasa Indonesia).

Pada tahun 1928, para pemuda dan pemudi di kongres itu sudah menyebutkan Indonesia, akan tetapi barangkali pada saat itu hampir semua orang baru berani mengangankan gagasan mengenai kemerdekaan dan negara Indonesia yang mandiri dan bebas-merdeka dari penindasan penjajah. Akan tetapi, pada waktu kongres itu mereka sudah menjentikkan bara api yang diperlukan untuk mengobarkan semangat perjuangan kemerdekaan di kemudian hari.

Diorama jalannya Kongres Pemuda II. (kompas.com)

Sumpah Pemuda itu memberi kesadaran adanya identitas bersama sebagai satu bangsa, yang lahir dari rahim Ibu Pertiwi di tanah Indonesia. Satu bangsa yang memiliki bahasa persatuan bersama, bahasa Indonesia.

Kembali ke pertanyaan saya di atas tadi: apa sebenarnya makna Sumpah Pemuda bagi saya? Apa maknanya bagi saya yang tinggal jauh dari ‘rahim’ Ibu Pertiwi?

Yang penting untuk saya sebetulnya bukan peristiwa sejarah diucapkannya Sumpah Pemuda itu sendiri. Bukan tanggal 28 Oktober yang penting. Yang penting, yang bermakna bagi saya adalah inti sumpah itu:  Saya mengaku berbangsa Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *




Enter Captcha Here :