Di Masa Pandemi, Warung Indonesia di Belanda Malah Laris Manis

Penulis: Yuke Mayaratih

SEJAK bertugas di Belanda pada November 2020, diam-diam Duta Besar (Dubes) RI untuk Kerajaan Belanda, Mayerfas, sering menyambangi warung dan restoran Indonesia yang ada di Belanda. Tentu saja dengan protokol kesehatan, seperti menggunakan masker dan menjaga jarak 1,5 meter.  Apalagi sekarang, saat kebijakan sudah mulai diperlonggar, ia makin sering mengunjungi tempat kuliner Indonesia. Apa saja yang ia temukan?

Selain Jual Masakan, Juga Makanan Kecil

Salah satu display warung Indonesia di Belanda. Rata-rata modelnya seperti ini, dengan menu hampir serupa. (Dok. Mayerfas)

Warung makanan Indonesia, yang disebut juga toko atau afhaal restaurant, menurut Dubes Mayerfas jumlahnya lebih dari 300 gerai,  tersebar di seluruh Belanda. Ukuran gerainya relatif kecil, cukup menampung tiga meja dan enam kursi. Kebanyakan melayani pelanggan yang membeli makanan untuk dibawa pulang.

Ternyata, warung Indonesia itu selain menjual makanan, juga menyediakan aneka kue tradisonal Indonesia, seperti kue lapis, pastel, lemper,  dan risoles. Bukan itu saja. Produk lain seperti aneka sambal, kripik, dan kerupuk, dalam kemasan juga dipajang dan dijual satuan.

Menu di Warung Indonesia Hampir Sama

Menu yang tersaji seperti ini disebut rijsttafel. Masakan dengan menu khas Indonesia. (Dok. KBRI Mayerfas)

Dubes Mayerfas mengisahkan,  setiap mengunjungi warung makan Indonesia, rata-rata menunya hampir sama. Selalu ada telur balado, ada nasi goreng, bakmi goreng, rendang, semur, dan sambal goreng buncis.

“Nah menu lainnya bervariasi. Di toko satu ada yang jual ikan pepes, sedangkan di warung lainnya jual dendeng balado. Nama warung atau tokonya sih berbeda, tapi menunya rata-rata sama lah. Mungkin karena itu sudah menjadi menu khas masakan Indonesia di sini,” kata Mayerfas sambil tertawa.

Mayerfas ingin mendengar langsung dari pemilik warung/restoran, awal perjuangan mereka merintis bisnis kuliner di Belanda. (Dok. Mayerfas)

Mayerfas mengaku sering menyambangi warung Indonesia karena ingin mendengar langsung dari pemilik warung,  yang umumnya masih berpaspor hijau itu, tentang usaha mereka.

“Bagaimana awal perjuangan mereka membuka usaha kuliner di sini. Kan tidak mudah, pasti ada naik turunnya. Lalu bagaimana mereka membeli bumbu-bumbunya, dan apa saja tantangannya,” kata Mayerfas.

Usaha Kuliner Indonesia Tak Kena Imbas Corona

Tak terimbas pandemi. Warung makin laris, omzet makin meningkat. Suasana warung Indonesia di Appeldoorn Belanda. (Dok. Yuke Mayaratih)

“Ternyata usaha kuliner Indonesia di Belanda tidak terkena imbas pandemi corona, lho. Saya kaget juga mendengar dari mereka bahwa omzet mereka tidak turun saat pandemi. Bahkan ada yang meningkat, karena kebanyakan orang memesan makanan dari rumah masing-masing,” jelas Mayerfas.

Awal pandemi muncul, pemerintah Kerajaan Belanda melakukan lockdown atau penutupan total. Warga diminta tidak keluar rumah jika tidak benar-benar darurat. Sekolah diliburkan, dan memberlakukan sistem bekerja dari rumah. Saat itu banyak restoran yang tidak beroperasi. Bahkan ada beberapa yang terpaksa tutup atau berhenti sementara waktu. Saat itu pemerintah Belanda masih mengizinkan rumah makan tetap buka di jam tertentu dan tidak melayani makan di tempat.

Bisa jadi, kebijakan itu membuat peluang usaha kuliner berskala kecil seperti warung Indonesia bisa tetap berjalan, bahkan omzetnya meningkat.

Juru Masak Makanan Khas Indonesia di Belanda Masih Kurang

Banyak warung Indonesia yang membutuhkan juru masak. Suasana pembukaan salah satu warung Indonesia di Belanda. (Dok. Mayerfas)

Menurut Mayerfas, dari hasil blusukan ke warung-warung makan Indonesia di Belanda, rata-rata pemilik warung mengelola sendiri usahanya. Mulai dari belanja, memasak, kasir, dan sekaligus melayani pembeli.

Jadi yang ikut membantu hanya beberapa orang. Biasanya suami istri yang mengelola warung secara bersama, lalu dibantu dua atau tiga juru masak, yang merangkap sebagai pelayan. Masalah tenaga kerja juru masak ini seringkali menjadi kendala. Pasalnya, tenaga kerja yang memiliki kemampuan memasak masakan Indonesia tidak banyak. Bayangkan saja, untuk masak satu menu, misalnya nasi goreng, bumbunya lumayan banyak dan takarannya harus pas. Jadi memang nggak gampang.

Begitulah hasil dari blusukan dubes Mayerfas selama mengunjungi warung Indonesia di Belanda.

Anda berminat buka warung Indonesia di Belanda? Atau ingin bekerja sebagai juru masak untuk masakan Indonesia? Peluang terbuka lebar.

Editor: Tian Arief

2 Comments on “Di Masa Pandemi, Warung Indonesia di Belanda Malah Laris Manis”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *




Enter Captcha Here :