Selanjutnya adalah Mie Gomak, yang dibuat dari mie tebal dengan inspirasi kuliner Batak yang mengandung citarasa andaliman, yang sangat penting dalam tradisi sajian sumatera Utara.
Menyenangkan juga, menikmati pasta yang memiliki cita rasa saus kari yang sangat halus namun tetap nikmat meski tanpa kuah.
Dalam kesempatan tersebut, Chef Ragil menyampaikan kepada saya, bahwa masakannya ini merupakan sebuah pengalaman kepada penikmat kuliner Italia, bahwa sebenarnya selera kedua negara ini hampir sama.
“Saya menggunakan makanan laut produksi pantai mereka untuk dipadukan dengan resep dan “bumbu” kita. Karena saya juga memperkenalkan beberapa makanan khas, bukan dilihat dari segi keanehannya, tapi cita rasa khas Indonesianya itu yang ingin kita perkenalkan,” ujarnya.

Memasuki menu utama, Chef Ragil membawa pengunjung untuk bergeser dari Sumatera dan Belitung, menuju Jawa tengah. Ia menampilkan sajian lodeh yang dalam sejarahnya, tercipta sebagai makanan penangkal wabah penyakit.
Sebuah menu yang sangat relevan untuk disajikan, mengingat Italia terutama bagian utara yaitu Kota Milan, dikenal sebagai episentrum Covid-19.
Nostalgia yang penuh perjuangan dan memberikan kebanggan tersendiri bagi Italia yang mampu melepaskan diri mereka dari cengkeraman pandemi.
Dalam sajiannya kali ini, Chef Ragil menampilkan ikan asap mentega yang dilumuri kuah lodeh yang creamy dari santan kelapa , dan penuh dengan nuansa bumbu jawa yang sangat menggoda dan tidak ditemui di Italia, seperti kemiri.
Capo sala melihat saya dan bertanya, apakah saya mau mencoba coctail khusus racikan Chef Ragil, saya menerima tantangan itu dan hadirlah minuman berwarna kuning, berupa campuran apa ya?
Temu lawak atau kunyit kah? Diluar dugaan, ternyata campuran dari air, arak, dan liquore buah pala disajikan dengan potongan es baru. Dan, ah segar!
Pengunjung terus dimanjakan dengan menu utama kedua yaitu Octopus Jurek Drien yang berasal dari Aceh, Sumatera.
Berupa sajian gurita yang diiris sedang, berktekstur lembut dan diberi saus tempoyak. Sebuah paduan yang menarik antara kegurihan rasa gurita dengan tempoyak yang memiliki nuansa asam yang menyapa dengan cara yang sangat lembut.
Wangi durian masih terasa, namun dengan skala aroma yang sangat halus, penuh sopan santun, jauh dari kesan durian yang selalu agresif.
Soal menggunakan tempoyak ini. Chef Rajil berkata: “Kami juga menggunakan tempoyak yaitu durian yang difermentasi, itu juga mungkin belum banyak orang di Indonesia yang tahu bagaimana rasanya, karena sebenarnya durian yang difermentasi itu memberikan rasa asam, berbeda dengan durian pada umumnya, itulah keunikan dari tempoyak,” ujarnya.
Strateginya memang luar biasa, ia mampu mengenalkan sebuah jejak rasa durian dengan kelembutan dan kehalusan khas orang Jawa. Tidak agresif, tapi cukup membuat kenangan mendalam.

Usai makan, tak lengkap rasanya kalau belum menikmati hidangan penutup atau hidangan pemanis.
Maka, kedua chef tak tanggung-tanggung menampilkan kue cokelat yang terbuat dari biji coklat Pidie Aceh dan Kalimantan dan Ransiki Papua, ketiganya dikenal sebagai biji coklat peraih penghargaan coklat internasional, karena memberikan rasa dan aroma yang sangat khas. Dan memang, terasa sekali dalam biskuit yang disajikan malam itu.
Tak Lengkap rasanya, kalau belum minum kopi dari Puntang, Teh dari Tambi dan Biskuit Bagea dari Papua dan coklat andaliman dari Toba, begitulah malam itu sedemikian lengkap dan meriah.
Di sela-sela jamuan itu, saya sempat berbicara dengan salah satu tamu yaitu Gianluigi Orlando, yang baru pertama kali merasakan menu Indonesia.
Menurutnya, acara makan malam ini sangat indah. “Feria adalah salah satu restoran favorit saya di sini di Treviso dan kolaborasi dua koki ini sangat menarik untuk dicoba,” ujarnya.
Sementara itu, tamu lain, Giuseppe Bojaca, mengaku ini adalah kali kedua kedatangannya ke restoran ini. Ia berprofesi di bidang kuliner an menurutnya, makanan Indonesia di restoran ini adalah yang terbaik.
“Satu-satunya restoran yang saya tahu menyajikan makanan Indonesia, ya di sini dan Ini luar biasa karena rasa yang bisa saya alami di sini tidak saya alami di tempat lain. Gairah yang berikan Chef pada masakannya sangat sempurna,” ujarnya.
Saya juga berbicara dengan Lavinia Colonna Preti, seorang jurnalis, pemimpin redaksi www.italicasecret.com, menurutnya, menikmati makan malam tadi bagai sebuah perjalanan kuliner yang luar biasa.
“Saya jadi merasa seperti tiba-tiba terhubung dengan Indonesia dan membuat saya memiliki perasaan yang menyenangkan tentang negara ini dan seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, saya jadi ingin berkunjung ke sana untuk mengetahui lebih banyak tentang negara ini,” ujarnya dengan senyum lebar.
Tak lengkap rasanya kalau belum mendengar penurutan langsung dari seorang Chef Italia yang telah menempati posisi bintang satu dalam dunia kuliner Italia, Chef Alessandro Breda, yang turut hadir dan menikmati sajian malam itu.
Sebagai seorang senior ia mengatakan bahwa untuk menjadi kelas bintang, masih perlu peningkatan lagi. Dengan gayanya yang sangat bersahaja dan rendah hati, ia mengatakan bahwa Marco harus melanjutkan terus apa yang telah ia lakukan, karena ia bisa merasakan kekuatan yang bagus dan sensasi yang sangat menyenangkan dari apa yang telah mereka baktikan.
“Saya pikir mereka menyukai pekerjaan mereka dan mereka menyebarkannya semangat ini dalam pekerjaan mereka, saya sangat menikmati apa yang mereka lakukan,” ujar Chef Alessandro Breda memberikan apresiasi.
Editor: Natalia Santi
Comments are closed.