Penulis: Yuke Mayaratih
Kabarbelanda.com – Krisis perumahan terjadi di Belanda sejak masa pandemi satu setengah tahun yang lalu. Krisis makin menguat pada semester pertama tahun 2022, dimana permintaan makin tinggi namun ketersediaan tempat tinggal terbatas. Termasuk rumah sewa. Hal tersebut berpengaruh pada mahasiswa Indonesia yang akan melanjutkan kuliah di Belanda.

Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda, Mayerfas mengimbau para calon mahasiswa Indonesia yang ingin melanjutkan pendidikan ke Belanda untuk memastikan dulu tempat tinggal sebelum berangkat.
“Betul saat di Belanda terjadi krisis perumahan atau tempat tinggal. Hal ini menjadi masalah, tidak saja bagi penduduk di Belanda tetapi juga bagi para mahasiswa dari luar Belanda yang ingin melanjutkan sekolah di sini. Termasuk mahasiswa dari Indonesia,” kata Dubes RI kepada Kabarbelanda.com.
Minat Studi ke Belanda Naik Tiap Tahun
Dubes RI mengungkapkan Belanda merupakan negara tujuan pelajar dari seluruh dunia. Tak hanya dari Indonesia, melainkan juga dari Amerika, China, dan banyak negara Eropa lainnya.

“Sebagian besar universitas yang tersebar di berbagai kota di Belanda, menggunakan kata pengantar bahasa Inggris. Dan ketika pandemi Covid melanda dua tahun lalu, Belanda termasuk negara yang tetap membuka kesempatan untuk menerima mahasiswa baru di saat negara lain menutup pendaftaran mahasiswa baru,” kata Dubes Mayerfas.
Akibatnya tiap tahun terjadi peningkatan jumlah pelajar dari berbagai negara, termasuk ke Indonesia. Masalahnya banyak di antara calon pelajar dan mahasiswa belum memiliki tempat tinggal saat tiba di Negeri Bunga Tulip tersebut.
“Tahun lalu, ada sekitar 70 mahasiswa yang datang ke Belanda untuk melanjutkan studinya, tapi mereka belum mendapat tempat tinggal,” kata Dubes RI.

Pihak Kedutaan Besar RI (KBRI) Den Haag berusaha membantu dengan berbagai cara. Antara lain dengan menghubungi berbagai pihak. Misalnya melalui lembaga khusus yang menangani sektor perumahan di Belanda, lalu melalui pemerintah kota (gemeente), pihak universitas, PPI Belanda (Perhimpunan Pelajar Indonesia di Belanda) dan juga beberapa diaspora Indonesia yang dapat membantu menampung mereka untuk sementara waktu.
Menurut Dubes Mayerfas, saat ini pemerintah Belanda melalui gemeente, memang sulit untuk membantu. Situasi pasar perumahan sudah sangat tidak memungkinkan karena jumlah rumah sangat terbatas. Meskipun pada akhirnya bisa tertampung juga, namun proses yang harus dilalui cukup panjang.
Ada yang menumpang sementara di rumah diaspora sambil mencari tempat tinggal selanjutnya. Ada yang memberikan informasi dan mencari jalan supaya pelajar tersebut menemukan tempat tinggal. Ada juga yang tinggal di tenda-tenda penampungan sementara. Tapi prosesnya cukup lama sampai akhirnya mereka menemukan tempat tinggal.

Subsidi Dihapus
Biasanya pihak sekolah atau universitas memberikan fasilitas tempat tinggal dengan harga subsidi bagi mahasiswa asing atau dari luar Belanda, berupa kamar atau apartemen studio. Tapi itu hanya berlaku untuk satu tahun pertama saja.
Pada tahun kedua, mahasiswa tersebut harus sudah keluar dan mencari tempat tinggal baru. Kamar subsidi yang sebelumnya akan diisi mahasiswa baru, begitu seterusnya. Di sinilah letak kesulitannya, terutama bagi mahasiswa tahun kedua.
Karenanya Pemerintah Belanda dan pihak universitas mengimbau agar mahasiswa memastikan ada tempat tinggal sebelum datang ke Belanda. Maklum mahasiswa yang datang ke Belanda untuk melanjutkan studi, bukan saja mereka yang datang dari Asia seperti Indonesia dan China tetapi juga banyak yang dari negara-negara lain di Eropa.
Ada beberapa pembahasan di media lokal tentang bagaimana mengatasi krisis tempat tinggal di Belanda. Karena untuk membangun perumahan di Belanda tidak bisa dalam waktu singkat. Selain aspek keterbatasan lahan, juga terkait lingkungan dan harga material yang melambung karena tingginya inflasi. Padahal permintaan tempat tinggal termasuk sewa kamar untuk mahasiswa sangat tinggi.
Bahkan ada usulan untuk membatasi mahasiswa asing atau dari luar Belanda. Tapi pada kenyataannya, universitas tetap saja menerima mahasiswa internasional. Tak heran kalau dari tahun ke tahun permintaan pasar untuk hunian makin meningkat. Bahkan tahun ini, pihak universitas tak sanggup lagi menyediakan tempat tinggal bersubsidi untuk mahasiswa ditahun pertama.

Informasi Penting Sebelum Melanjutkan Studi di Belanda
Menurut Dubes Mayerfas, pelajar Indonesia tersebar di 14 universitas besar di Belanda. KBRI Denhaag membantu memberikan informasi tentang semua hal yang terjadi di Belanda termasuk kenaikan harga, yang berpengaruh pada biaya hidup, juga harga sewa rumah.
Informasi tersebut disampaikan Dubes RI melalui dialog bersama dengan PPI Belanda dan juga lembaga yang memberikan beasiswa. “Kami melakukan kontak dengan penyedia beasiswa seperti LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan, red.) untuk menyampaikan informasi. Termasuk juga soal bagaimana sistem atau cara belajar di sini, hal apa saja yang harus diperhatikan dan lainnya, kata Dubes Mayerfas.
“Kami sampaikan informasi ini sebelum keberangkatan pelajar Indonesia ke Belanda. Saya juga meminta agar pelajar yang sedang belajar di sini juga membagikan informasi dalam berbagai kesempatan informal. Dalam waktu dekat, kami juga akan melaksanakan komunikasi dengan pelajar yang akan ke Belanda. Melalui jalur apa saja. Misalnya melalui forum di media sosial KBRI Den Haag dan PPI Belanda,” kata Dubes RI menambahkan.
Jadi, bagi para pelajar Indonesia yang ingin meneruskan studi di Belanda, sebisa mungkin dibantu PPI- Belanda. Paling tidak melalui media sosial PPI kota bisa memberikan informasi ketersediaan kamar atau apartemen yang kosong di kota tempat tinggal mereka.
“Saya mendapat informasi, ada beberapa mahasiswa Indonesia yang saat ini sudah mendapatkan tempat tinggal sejak Mei lalu. Padahal yang bersangkutan belum ada di Belanda, karena memang kuliah baru akan dimulai September nanti. Jadi pembayaran dilakukan sejak Mei dan terus berjalan meskipun kamar dalam keadaan kosong,” ungkap Dubes RI.

“Pilihan ini terpaksa dilakukan dari pada tidak ada tempat tinggal pada saat mulai kuliah. Jadi bisa dibayangkan sulitnya mahasiswa untuk bisa mendapatkan tempat tinggal. Keterbatasan Diaspora Indonesia di Belanda untuk menampung mahasiswa,” kata Dubes Mayerfas.
Di sisi lain, diaspora Indonesia di Belanda juga tidak mudah menerima orang yang menginap di rumah. Ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan. Yang pertama berurusan dengan administrasi pemerintah kota terkait pajak dan aturan lainnya. Kedua, masalah budaya. Orang Belanda tidak mudah menyesuaikan diri dengan orang baru selain keluarga yang sudah dikenal sebelumnya.
Namun menurut Dubes Mayerfas, secara kasus perkasus bisa saja diupayakan. Misalnya diaspora yang menikah dengan orang Belanda ini kondisinya memungkinkan untuk menampung mahasiswa untuk sementara waktu atau beberapa hari saja. Namun hal tersebut juga tidak mudah dan sangat tergantung dari kondisi rumah tangga mereka. Karena tiap orang memiliki situasi dan kondisi yang berbeda-beda.
Salah seorang warga Indonesia yang tinggal di Groningen, Ade Dyah Purnamayanti mengatakan pencarian kamar kos untuk mahasiswa Indonesia di Groningen naik pesat sejak 2017 lalu.
“Saya baru baru ini dikontak seorang kenalan dari Universitas Indonesia. Ia minta tolong supaya saya bisa mencarikan tempat tinggal buat sekitar 200 an mahasiswa yang akan sekolah di Groningen. Kebetulan saya memang menyewakan kamar untuk mahasiswa Indonesia. Nama saya bahkan sudah ada dalam daftar makelar resmi di Belanda. Tapi karena satu dan lain hal, tahun ini kami tidak menerima dulu,” kata Ade.
Menurut informasi dari pemerintah kota (gemeente), hampir di setiap kota di Belanda saat ini sulit mendapatkan tempat tinggal. Kalaupun ada harga atau biaya sewanya juga sangat mahal.
Editor: Bune Laskar