Meski tinggal dan menetap jauh dari tanah air, bukan berarti tidak melakukan apa- apa. Buktinya, Warga Indonesia di Belanda baru baru ini mengadakan acara yang mengusung tema budaya Indonesia. Yaitu Pemilihan Karisma Wanita Indonesia, 23 Juli 2022. Mereka bangga menjadi Indonesia yang memiliki keragaman budaya.
Panitia memutuskan menggunakan gedung event center Fokker Ijweg yang terletak di kota Hoofdorp. Lokasinya tak jauh dari Amsterdam dan Den Haag. Daya tampung gedung ini 500 orang. Tapi panitia membatasi hanya untuk 300 tamu undangan saja. Sisa ruangan tentu saja harus dibagi antara panggung, tempat penyedia makanan dan joget bersama.

Ada 33 perempuan Indonesia yang mengikuti pemilihan Karisma Indonesia. Menurut Sita Aulliya salah seorang panitia, dari target 30 peserta ternyata ada 33 yang mendaftar. “Tapi mendekati harinya, ada 4 orang yang mengundurkan diri. Ada yang posisinya sedang di luar Belanda dan ada juga yang jatuh sakit. Jadi hanya 29 yang berlaga di acara ini.” Kata Sita kepada kabarbelanda.com
Menurut Sita, persiapan acara ini memakan waktu tak kurang dari 4 bulan. Tanpa diduga tiket VIP seharga 17.50/ orang terjual habis hanya dalam waktu beberapa minggu saja. “Kami mengeluarkan 100 tiket VIP dan tiket biasa seharga 12.50 euro/orang sebanyak 200 lembar.
Ide ini bermula dari duet Sita Aulliya dan Edi De Danser. Meskipun mereka belum lama kenal, namun keduanya merasa cocok satu sama lain untuk bekerja sama. “Saat itu lagi ada acara Wonderful Bali, April 2022 lalu. Itu acaranya Edi, pada saat persiapan di rumahnya, Northwijk – Zuid Holland. Entah mengapa Edi merasa cocok aja.”kata Sita. Awalnya Sita akan mengajak Edi untuk melakukan kolaborasi seni. Karena ia suka menuliskan puisi dan Edi piawai dalam tarian serta event organizer. Keduanya lalu sepakat mengadakan acara pemilihan “ala putri Indonesia” tapi diadakan di Belanda.

Setelah itu mereka berembuk, siapa yang mencari dana, menjadi juri, menjual tiket dan lainnya. Lalu beberapa warga Indonesia lainnya ikut membantu. Mereka adalah Yuni Harkema dan Sehati Martin ( Nora).“ Jadi dalam tim inti, kami memang hanya berempat dengan tugas masing masing.” Kata Sita. Selain mengatur jalannya acara, Sita juga diminta menjadi juri bersama Yohannes, seorang perancang busana Indonesia yang tinggal dan menetap di Swiss.
Babak penyisihan dilakukan sebelum acara. Para peserta diminta untuk mengirimkan kemampuan dan kreasi mereka dalam bentuk video dengan durasi 2,5 menit. Lalu dikirim secara online. Paling lambat 10 juli sudah diterima Panitia. “Ada yang menyanyi, menari dan membaca puisi dan memasak serta make up,” jelas Edi. Tentu saja, penilaian dilakukan Edi dan Putu dengan cermat dan hati-hati.
Pada saat acara dibabak penyisihan, para peserta wajib menggunakan busana tradisional kebaya modern dan klasik. Lengkap dengan sanggul. Dasar penilaian adalah kepakeman, keserasian warna, simpel dan elegan. Sementara untuk intelegensia, panitia sudah menyiapkan pertanyaan. “Misalnya, apa sebutan upacara kematian di Bali atau lagu Rek Ayo Rek berasal dari daerah mana,” kata Sita.

Sponsor yang ikut serta dalam acara ini juga cukup banyak. Menurut Edi De Danser, hal ini disebabkan banyak pengusaha Indonesia yang ingin memperkenalkan produknya di Belanda. Misalnya pengusaha properti dan villa di Bali.
Pemenang juara umum mendapatkan hadiah berupa tiket pulang pergi Belanda – Indonesia. Juara pertama mendapatkan uang tunai senilai 500 euro atau 7,5 juta rupiah ( dengan nilai tukar kurs 15 ribu/euro) Sedangkan untuk juara kedua dan ketiga masing- masing mendapatkan 250 euro dan 150 euro.
Menurut Sita, untuk mensukseskan acara ini, ia membagi tugas dengan Edi. Misalnya, untuk susunan acara dipegang Sitta, sementara Edi menangani sponsor dan keuangan.

Secara umum acara ini lumayan sukses dan mendapat respon positif pengunjung. Namun ternyata ada juga, pengunjung yang kecewa. Hal ini diungkapkan salah satu pengunjung yang tak mau disebutkan namanya. Ia mengatakan kalau jalannya acara terlalu lama dan pada akhirnya pulang satu persatu sebelum pengumuman pemenang. “Padahal pengunjung selain ingin menyaksikan acara ini juga ingin lebih banyak nyanyi dan jogetnya” tambah perempuan itu, seperti yang diungkapkan kepada kabarbelanda.com
Acara ini diramaikan Nuansa Bali Dance group. Untuk musik dan lagu dimainkan Ferry dan Dewi. Sementara MC dibawakan Kania Linda, warga Indonesia yang tinggal di Utrecht.

Menurut Edi Ia merasa senang karena acara ini berjalan dengan baik dan lancar. “ Semua ini karena dukungan warga Indonesia yang ada di Belanda, dan juga mereka yang memiliki visi dan misi yang sama. Yaitu membangun citra bangsa Indonesia di negara Belanda.
Juara umum dimenangkan Hartini Turmuji tinggal di Amstelveen. Juara pertama adalah Maria Arend tinggal di Apeldoorn. Juara kedua dimenangkan Paulina Zorn dari Utrecht dan juara ke tiga Tini van Gils di kota Den Bosch. Pemenang favorit pertama adalah Nuniek Christiyowati dari Hellevoetsluis dan favorit kedua diberikan kepada Vivi Subono dari Almere

Edi mengaku, menggelar acara budaya semacam ini, ia tidak memikirkan keuntungan. Tapi dia juga tak mau nombok atau rugi. “Jadi panitia tidak ada ambil untung dan ngga rugi juga. Yang penting promosi budaya bisa berjalan dan banyak warga Indonesia yang terlibat aktif serta merasa terhibur. Itu saja kita udah senang,” kata Edi.
Edi menambahkan, acara kali ini sebenarnya memiliki idealisme tersendiri. Yaitu agar warga Indonesia yang tinggal di Belanda tidak melupakan budaya Indonesia meskipun tinggal dan menetap di luar negeri.

Para panitia dan pengisi acara sudah berada dalam gedung sejak pukul 12 siang waktu setempat. Sambil melakukan babak penyisihan. Tamu undangan baru datang sekitar pukul 17.00. Untungnya, saat itu cuaca cukup cerah. Nah di dalam ruangan, meja untuk para tamu undangan dibagi dan diberi nama berdasarkan nama pulau yang ada di Indonesia. Misalnya meja Kalimantan, meja Jawa dan lainnya.
Acara dibuka dengan parade pakaian adat dengan opening lagu karisma wanita Indonesia. Musik dan liriknya dibuat oleh Sita sendiri. Lalu para peserta mengikuti dari belakang dengan membawa bendera merah putih. Mereka berjalan melewati meja- meja tamu sampai ke podium. Setelah itu seisi ruangan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Ditengah acara, panitia pengumuman finalis yang berjumlah 15 orang. Juri meminta mereka untuk memperkenalkan diri dan menjelaskan pakaian adat yang mereka pakai. Juga menjelaskan salah satu tradisi dari daerah sesuai baju yang mereka kenakan.

Menjelang waktu santap malam, tamu dipersilahkan membeli makanan yang tersedia di ruangan itu. Tentu saja masakan Indonesia. Seperti rendang, telur balado, ayam rica-rica dan lainnya. Juga ada kue tradisional seperti risoles, lemper dan sebagainya.
Edi mengakui dalam acara ini, memang masih banyak yang harus diperbaiki. Untuk itu ia dengan lapang dada menerima saran dan kritik membangun. “ Toh ini juga untuk kebaikan kita semua. Betul saya mendengar bahwa ada yang mengatakan bahwa waktunya dibuat sepadat mungkin dan mungkin juga jalan di catwalknya juga harus lebih banyak dan variasi. Tujuannya supaya lebih melibatkan peserta dan tamu undangan untuk lebih aktif dan interaktif, kata Edi dengan bijak. Ia menambahkan, rencananya tahun depan ia akan membuat acara yang lebih menarik dan penuh kejutan.

Edi De Dancer mengaku sudah 20 tahun tinggal di Belanda. Sesampainya di Belanda, Edi merasa terpanggil untuk melestarikan budaya Indonesia. “Saya ingin memperkenalkan budaya Bali melalui tarian di Belanda dan sekitarnya.”kata Edi yang lebih senang menggunakan nama Edi De Dancer dari pada nama aslinya. Tak heran jika kini ia lebih dikenal sebagai penari penari profesional dan event organizer di Belanda. ( yuke Mayaratih)