Esa Genang, Komunitas Minahasa Terbesar di Belanda

Penulis: Yuke Mayaratih

SETIAP perantau tentu butuh teman berbagi di perantauan agar tidak merasa sendirian. Mereka bisa membentuk perkumpulan orang-orang dari satu suku atau satu daerah asal. Nah, perkumpulan Esa Genang di Belanda salah satunya. Tapi siapa sangka kalau Esa Genang digagas bukan di Negeri Kincir Angin itu, melainkan dari Indonesia.

Ketua komunitas Esa Genang, Bertha Moningka, bersama suami. (Dok Pribadi)

Awalnya, beberapa anggota Esa Genang menyelenggarakan event Kawanua Sedunia Bakudapa di Tanah Minahasa, tanggal 6 sampai 8 Agustus 2004 di Tomohon, Sulawesi Utara.

“Lalu di Belanda, kami mengawali dengan mengumpulkan orang-orang yang satu kampung. Hanya orang Minahasa saja. Tujuannya supaya kita nggak merasa sendirian tinggal di tanah rantau. Jadi merasa punya saudara. Tapi di antara orang Minahasa ini kan ada yang menikah dengan orang Ambon, ada pula dengan orang Belanda,” kata Bertha Moningka, ketua Esa Genang.

Kemudian disepakati acara tersebut digabung menjadi acara Natal Kawanua Bersama, yang rutin dilakukan setiap Desember, sampai sekarang.

Sebelum bernama Esa Genang, komunitas ini bernama Rukun Esa Genang yang dibentuk pada 10 Oktober 1989 di Appelscha Friesland, utara Belanda. Nama Rukun diganti yayasan atau Stichting Esa Genang pada 9 Maret 2007.

Merayakan HUT Esa Genang ke-21 (2019) di Dinant Belgia. (Nanne Maas Kountul)

Pertemuan bulanan pertama Yayasan Esa Genang dilakukan pada 11 September 2001 di Franeker, Friesland, yang dihadiri sekitar 75 orang. Pertemuan ini membicarakan perayaan ultah ke-23 Esa Genang, Oktober lalu.

Awalnya kami hanya 15 keluarga. Pertemuannya diadakan dari satu rumah ke rumah lain. Bergantian. Tapi makin lama jumlahnya semakin besar. Lalu kita mulai membentuk kegiatan arisan dengan menyewa gedung pertemuan. Maklum rumah orang di Belanda kan kebanyakan kecil-kecil. Jadi mau nggak mau harus sewa gedung lah,” kata perempuan yang sudah 34 tahun tinggal di Belanda itu.

Merayakan Koningsdag (HUT Raja Belanda), Juni 2012. (Estertuti W. Harjadi)