Penulis: Yuke Mayaratih
MERAYAKAN ulang tahun sebuah perkumpulan di masa pandemi tidaklah mudah. Apalagi berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang memperketat protokol kesehatan (prokes), terutama pembatasan kerumunan dan kewajiban menjaga jarak.

Bagi komunitas Esa Genang di Belanda, yang kebijakan pemerintahnya setiap minggu selalu berubah, ini menjadi tantangan tersendiri. Perkumpulan yang berusia 23 tahun ini harus ekstra sabar menunggu saat yang tepat untuk bisa merayakan ulang tahunnya bersama-sama. Waktunya harus dipilih saat pemerintah Belanda melonggarkan aturan terkait COVID-19.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Saat pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan bebas masker dan tak perlu jaga jarak 1,5 meter, pada 25 September lalu. Para anggota mulai merencanakan perayaan ulang tahun perkumpulan yang anggotanya kebanyakan berasal dari suku Minahasa, Sulawesi Utara ini.

Pada 16 Oktober 2021, kebetulan cuaca cerah dan suhu udara belum terlalu dingin. Di atas sebuah kapal berkapasitas 200 penumpang (dua tingkat), Esa Genang menggelar acara pesta ulang tahun, dengan dress code celana jeans, kemeja/blouse putih kombinasi dengan batik. Pesertanya cukup banyak, 82 orang. Ada yang pasangan suami istri, ada pula yang masih single. Kapal bertolak dari pelabuhan Drimelen Dodrecht, melintasi provinsi Braban, lalu ke Rotterdam dan perairan North.

Banyak anggota yang tinggalnya jauh dari lokasi keberangkatan. Tapi semuanya semangat untuk mengikuti acara ini. “Bayangkan, keberangkatan kapal aja jam 9.30 pagi. Paling tidak penumpang harus sudah berada di lokasi setengah jam sebelumnya,” kata Bertha, kepada Kabarbelanda.com.

Menurut ketua Esa Genang, Bertha Moningka, semula ia sempat khawatir bakal banyak peserta yang tak bisa berangkat. Ini karena banyak anggota yang tinggalnya jauh dari lokasi keberangkatan. Bahkan ada yang di saat terakhir, yang menelpon dan bilang kalau ia kena macet di jalan dan mungkin datang terlambat, jadi nggak bisa ikut. Padahal ia sudah membayar tiket.

“Wah gimana ini. Lalu ada juga yang nyasar dan nggak ketemu lokasi. Tapi puji Tuhan, akhirnya semua yang mendaftar bisa ikutan dan tepat waktu. Bahkan ada juga loh peserta yang terpaksa bangun jam 4 dinihari karena harus menempuh perjalanan selama 2,5 jam menuju lokasi. Ada yang sampai menginap di rumah salah satu peserta yang tinggalnya dekat lokasi,” tutur Bertha.
