“Semuanya makanan tadi sudah kami persiapkan dari Indonesia, Jadi informasi bahwa mereka bertanding dengan perut kosong itu tidak benar,” kata Edi.
Irma Husnita khusus datang ke lokasi untuk memberi dukungan sambil melihat langsung pertandingan. Ia merasa miris melihat keadaan Tim yang akan bertanding di situ.
“Saya kaget melihat anak anak ini makan hanya dengan nasi putih tanpa lauk dan sebagian lagi malah belum makan. Saat itu saya hanya membawa Indomie goreng, ya sudah saya bagi aja ke mereka. Tapi kan ngga mungkin kebagian semua. Lalu saya bertanya kenapa bisa terjadi seperti ini?” kata Irma dengan gusar.
“Saya merasa iba, karena anak-anak harus bertanding dengan perut kosong di suhu yang mencapai 7-8 derajat Celsius, saya melihat langsung loh kondisi mereka” kata Irma.
Pertandingan berlangsung selama dua hari, Sabtu( 2/11) dan Minggu (3/11). Selama dua hari itu pula mereka mengkonsumsi nasi putih dengan lauk seadanya tadi. Keterbatasan makanan tak membuat semangat mereka pudar. Sejak hari pertama bertanding beberapa atlet telah memenangkan medali emas.
Pada pertandingan di hari kedua, mereka baru bisa menikmati makan malam sedikit enak, yaitu makanan dari kedai siap saji KFC. Itupun karena ditraktir Atdikbud Agus Setiabudi.
Prestasi di Tengah Keterbatasan
Meski kecewa dengan segala keterbatasan, Tim Karate Indonesia berhasil meraih posisi juara umum ketiga dalam ajang ini dengan delapan medali emas.
“Prestasi ini diakui oleh berbagai perwakilan dari negara lain, termasuk Inggris, Jerman, Jepang, dan Belgia, yang hadir untuk memberi dukungan pada timnya masing-masing. Sayang sekali, kita yang mendapat juara umum ketiga justru mendapat dukungan minimalis,” kata Irma.
Terkait dukunga dari KBRI Den Haag, Atdikbud Agus Setiabudi menjelaskan bahwa sejauh ini, KBRI Den Haag memang membantu akselerasi visa dan transportasi sesuai kebutuhan dan permintaan tim yang akan datang.