Dua Tahun Absen, Tong Tong Fair Kian Ramai

Penulis: Yuke Mayaratih

Den Haag, Kabarbelanda.com – Dua tahun absen karena pandemi, Tong Tong Fair kembali digelar tahun ini. Mulai 1-11 September 2022. Masih di lokasi yang sama seperti sebelumnya yaitu di lapangan Malieveld, Den Haag.

Sejak hari pertama, Tong Tong Fair tak pernah sepi. Pasar Budaya Indonesia yang terbesar di Belanda itu selalu ramai pengunjung

Tahun ini merupakan penyelenggaraan Tong Tong Fair ke-62. Pada acara yang biasa digelar tahunan sebelum pandemi tersebut, banyak warga Indonesia dan juga keturunan Indonesia Belanda hadir. Tidak saja sekadar menyaksikan pergelaran seni seperti tarian dan musik. Melainkan juga menjadi ajang temu kangen bersama keluarga dan teman-teman dalam suasana Indonesia sambil menikmati sajian masakan khas dari Tanah Air.

Bedanya, kali ini panitia memberlakukan pemesanan tiket via online dan membatasi pembelian tiket di tempat. Aturan tersebut diberlakukan untuk menjaga keseimbangan pengunjung setiap hari. Maklum, Tong Tong Fair telah ditunggu-tunggu oleh para pengunjung setia yang jumlahnya lumayan banyak.

Dengan tiket masuk sebesar 15 euro per orang, pengunjung dapat menikmati aneka musik dan tarian tradisonal, pameran batik dan fotografi, demo masak dan pasar kaget khas Indonesia.

Tersedia pula aneka jenis penganan khas Indonesia seperti kerupuk, abon, ikan asin, telur asin dan juga aneka baju kebaya dan batik, guling, peralatan membuat kue serta pernak pernik khas Tanah Air lainnya.

Panitia selalu menyajikan program acara baru setiap tahunnya. Agenda tiap hari pun juga berbeda.

Leslie Boon, salah seorang panitia dari Yayasan Tong Tong, mengungkapkan pada tahun ini, Tong Tong Fair alias Pasar Tong Tong menghadirkan karya seni generasi keturunan ketiga dan keempat dari perkawinan campur Indonesia-Belanda yang mencintai akar budaya yang mengalir di tubuhnya, seperti karya batik dan juga fotografi.

“Dan dalam ruangan ini juga kami melibatkan generasi ke tiga dan keempat dari keturunan Indonesia-Belanda atau campuran barat timur yang masih ingin mempertahankan akar keturunannya yaitu Indonesia,” kata Leslie.

Menurut Leslie, mereka tertarik dengan batik dan mencoba memperkenalkan kombinasi batik dari Indonesia dikombinasikan menjadi suatu produk yang didesain secara modern.

“Ada stan Batik Island yang bercerita tentang sejarah batik. Selama ini, kita hanya tahu batik yang dipakai kaum ibu yang dikenal sebagai jarik, padahal dulunya para bapak juga menggunakan celana batik lho, di abad ke 18 dan 19. Di sini ada foto dan ceritanya,” kata Leslie.

Batik-batik tersebut tak hanya dipamerkan tetapi juga dijual.

“Mereka antusias untuk mempertahankan batik yang memang ada kisah dibalik karya mereka,” kata Leslie kepada Kabarbelanda.com.

Dia pun mengaku bahwa kesuksesan penyelenggaraan Tong Tong Fair adalah berkat dukungan para sukarelawan dan seniman pengisi acara, serta kehadiran para pengunjung setia.

”Saya terharu juga melihat antusias para sukarelawan yang ingin terlibat di TTF tahun ini, juga para seniman pengisi acara seni, musisi dan penulis buku dan tentu para pengunjung setia,” kata Leslie.

Seorang pengunjung keturunan Indonesia-Belanda, Chanel mengaku rela menempuh perjalanan lebih dari dua jam untuk menikmati suasana Tong Tong Fair, yang sarat dengan nuansa Indonesia, baik pergelaran seni budaya, maupun stan-stan yang ada di dalamnya.

“Saya datang ke sini tahun ini, bersama orangtua saya, karena ada banyak musik yang bagus dan makanan yang enak yang berkaitan dengan budaya Indonesia yang sayang sekali untuk dilewatkan begitu saja,” kata Chanel, keturunan Indonesia yang tinggal di Deventer, yang berjarak sekitar 150 kilometer dari Den Haag.

“Sama seperti namanya Tong Tong Fair yang bisa diartikan (Tong-tong te ver), Tong Tong yang lokasinya sangat jauh, tapi yang kita dapatkan sangat berharga,” kata dia.

Chanel sangat menyukai stan yang berjualan pakaian, serta makanan. Meski mengaku tidak kenal semua jenis hidangan yang dijual, namun dia bahagia bisa menyaksikan beragam kekayaan kuliner Indonesia.

“Makanannya enak-enak sekali, saya jadi membayangkan Indonesia, dan ingin ke sana. Meski saya belum pernah ke Indonesia, paling tidak saya bisa merasakan suasana Indonesia di sini,” kata Chanel sambil tertawa renyah.

Adapun Richell, pengunjung yang juga warga campuran Indonesia, sangat menikmati es teler yang sebelumnya tidak pernah dirasakan. Ia mengaku kedua orang tuanya yang keturunan Indonesia Belanda memperkenalkan budaya Indonesia dengan sering mengajaknya ke acara seperti ini di Belanda.

“Yang paling saya suka adalah makanannya, kebersamaannya, karena sejak kecil saya sering diajak orang tua untuk melihat acara budaya Indonesia dan saya menemukan jenis minuman es teler yang ternyata enak sekali, juga sate,” kata Richell.

Jane Benev dan adiknya Arnold sengaja janjian untuk datang bersama ke Tong Tong Fair agar dapat menikmati suasana seperti di Indonesia. “Saya lahir di Surabaya dan sejak umur 4 tahun tinggal di Belanda. Makanannya lumayan enak, cuma agak mahal,” kata Jane yang sudah empat tahun tak mengunjungi Indonesia akibat pandemi Covid-19.

Para pengunjung tampak menikmati sajian musik bersama dan juga beberapa jenis makanan yang hanya ditemukan di acara seperti ini, misalnya martabak telur dan juga sate kambing. Cuaca cerah dan udara sejuk membuat pengunjung memilih menikmati acara di luar tenda.

Seperti biasa, ada paviliun Indonesia yang menggelar dagangan pasar seperti emping, kerupuk, abon dan juga produk makanan lain yang hanya dijual di Indonesia. Di sini juga menjual aneka pakaian kebaya, batik dan aneka guling, dan pernak pernik khas Indonesia.

Pergelaran tarian betawi di podium utama tampak membuat para pengunjung terpesona. Begitu juga dengan hentakan irama musik yang dibawakan Buckle Up Band, mengajak para penonton ikut berjoget. Tong Fong Fair dibuka pukul 12 siang. Para pengunjung baru beranjak meninggalkan tempat tepat pukul 10 malam.

Editor: Bune Laskar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *




Enter Captcha Here :