Penulis: Yuke Mayaratih
Utrecht – Kabarbelanda.com – Komunitas pecinta Yogya di Belanda kembali mengadakan acara piknik bersama 27 Agustus 2022. Tak kurang dari 70 warga Indonesia yang tinggal dan menetap di Belanda datang ke lokasi, Taman Transwijk, Utrecht. Komunitas tersebut mendapuk paguyubannya sebagai “Jogja Lovers Living in Holland”.
Menurut Vita Stekelenburg, salah satu panitia, kegiatan ini masih dalam rangka ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke 77. “Kegiatan ini sebenarnya sudah dua kali diadakan tahun lalu di Desa Spakenburg. Ternyata lumayan banyak yang datang dan meramaikan acara,” kata Vita kepada Kabarbelanda.com.
Panitia juga menyediakan tempat bagi peserta untuk berjualan. “Jadi ada bazar juga. Ada yang jualan batik khas Yogya dan aneka jenis snack seperti sate, otak otak, pisang molen, lontong dan aneka kue tradisional,” kata Vita.

Di dalam flyer, disebutkan acara dimulai pukul 12 siang. Namun banyak peserta yang datang lebih awal. Bahkan ada yang datang dari Venlo, yang berjarak sekitar 130 kilometer dari lokasi acara.
Meski begitu, acara baru benar-benar dimulai sekitar pukul 13.00 waktu setempat. Suhu udara terasa hangat di kisaran 24 derajat celsius.

Lagu Indonesia Raya pun berkumandang, diikuti dengan doa bersama menurut agama dan kepercayaan masing masing dipimpin oleh Bambang Ponco, warga Yogya yang sudah lama menetap di Belanda. Adapun Vita mengurus bazar.
Vita yang sudah 20 tahun tinggal di Belanda mengaku bahwa dia sebenarnya bukan orang asli Yogya. Hanya ibunya saja yang berasal dari Kota Yogyakarta. Meski hanya menetap selama empat tahun di Yogyakarta, lalu mengikuti orang tuanya berpindah kota di Indonesia, Vita memiliki keterikatan emosional dengan Kota Gudeg tersebut.
“Saya memiliki ikatan emosi dengan Yogya, makanya saya ikut grup ini,” kata Vita sambil tertawa riang.

Rencananya acara dibuka dengan makan bersama, namun sayang, catering terlambat datang. Sambil menunggu makanan, mereka pun menyanyi dan berjoget bersama. Beberapa terlihat membeli snack yang dijual para peserta bazar. Acara semakin meriah, saat beberapa peserta menyumbangkan lagu dengan irama dangdut.
Ada beberapa penyanyi profesional Indonesia yang tinggal di Belanda juga ikut meramaikan acara ini.
Setelah makanan datang, dan semua peserta dalam keadaan kenyang, panitia bagian lomba Olivia Dartik Soepardi menggelar perlombaan dan aneka permainan yang mengundang gelak tawa.

“Meriah dan seru. Ada lomba makan kerupuk, lomba lari karung, joget dengan balon dan juga lomba joget perorangan selain aneka permainan khas 17-an. Seperti menyuap pisang secara berpasangan dengan mata tertutup. Lucu sekali. Semua yang datang sangat happy,” kata Olivia.
Olivia merasa bersyukur acara kali ini lebih meriah dari sebelumnya. Banyak peserta yang datang bersama suami atau pasangan warga Belanda. Tapi ada juga yang datang sendirian seperti para mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di negeri kincir angin.
Para pemenang lomba dan permainan, mendapatkan hadiah. “Biar seru aja sih. Hadiahnya juga bermacam-macam. Ada coklat, souvenir, cetakan kue dan gelas serta vas bunga unik. Hadiah ini ada yang disumbang panitia dan juga dari beberapa peserta. Kan tujuannya hanya untuk seru seruan aja,” kata Vita.

Menurut Dyana de Jong, penggagas ide grup “Jogja Lovers Living in Holland”, ia tak menyangka besarnya antusiasme banyak warga Indonesia yang tinggal di Belanda untuk bergabung di acara tersebut.
“Awalnya, saya iseng membuat grup ini. Karena sebenarnya saya juga bukan asli Yogya,” kata Dyana.
Dia pun berkisah bahwa saat kedua orang tuanya berpisah, dia ikut sang ibu pindah dan menetap di Yogyakarta. “Setelah saya tinggal di Belanda, saya ingin cari teman dari Jogya yang tinggal di Belanda. Supaya bisa kumpul, gezelling dengan berbahasa Jawa,” kata Dyana menjelaskan.
Menurutnya, acara yang digelar dalam rangka Peringatan HUT RI 17 Agustus, sudah digelar sebanyak dua kali dan berjalan lancar.
“Saya melihat, ternyata banyak yang tertarik, tidak saja mereka yang berasal dari Yogyakarta.Tetapi juga orang yang pernah menetap dan kuliah atau family-nya ada darah Yogya,” ujar Dyana.
Bahkan menurutnya banyak juga yang bukan dari suku Jawa, juga ikut dalam komunitasnya. Dyana pun mendesain T-shirt khusus berwarna putih bergambar Tugu Yogya dan tulisan aksara Jawa. Di bagian lengan ada bendera Belanda, merah putih biru dan di sisi lainnya bendera Indonesia. Para peserta antusias mengenakan T- shirt itu sebagai dress code acara piknik bersama tahun ini.

“Kebetulan anak saya study di Amsterdam jurusan design, jadi dia yang bikin designnya. Harganya hanya 20 euro aja,” kata Dyana.
Acara tersebut tidak diorganisir secara resmi. Persiapannya hanya memakan waktu dua bulan. ”Saya minta kawan dekat saya, seperti Mas Bambang, Olivia dan Vita untuk membantu saya membuat acara ini,” ujar Dyana.
Tujuannya supaya mempererat hubungan antar orang orang Indonesia terutama yang memiliki ikatan emosianal dengan Yogyakarta. Bukan berarti harus berasal Yogya. Banyak juga mereka yang bukan kelahiran Yogya, atau bukan suku Jawa, misalnya dari Maluku atau Sulawesi, tapi mereka memiliki ikatan emosional dengan Yogyakarta.
“Seperti mereka yang pernah tinggal di Jogya, atau pernah sekolah di Yogya, bahkan mereka yang bukan orang Yogya, tapi memilih Yogya sebagai tempat liburan favorit, semuanya bergabung di sini,” papar Dyana.
Adapun Vita mengaku bahwa yang paling berkesan dalam acara tersebut adalah kebersamaannya. “Seketika lupa ada jarak yang harus di tempuh untuk menuju ketempat ini. Banyak juga dari mereka yang sebelumnya tidak pernah ketemu, tapi bisa langsung akrab,” kata Vita.
Sedangkan buat Olivia yang berasal dari Magelang, dia merasa senang bisa menggunakan bahasa Jawa meskipun tinggal di Belanda. Buatnya, menyapa seseorang dengan tambahan kata Mbak, Mas, atau Bapak dan Ibu, adalah sesuatu yang istimewa. Sebagai orang Jawa, Olivia merasa tak enak hati jika memanggil nama saja, seperti layaknya di Belanda. “Sebagai orang Jawa, ngga bisa memanggil nama begitu saja. Itu bukan tradisi Jawa dan saya tidak bisa,” kata Olivia.
“Kalau ngga dalam acara seperti ini, kapan kita bisa ngomong (pakai bahasa) Jawa. Lagi pula di sini terasa unggah ungguh atau kesopanan khas Jawa-nya. Misalnya saat saya menutup mata para peserta lomba saya akan kulonuwun dulu, maaf ya mas atau mba, saya tutup matanya ya, gitu,” kata Olivia sambil tertawa.
Meski secara umum acara berlangsung lancar, namun ada insiden yang cukup membuat gusar. Yaitu makanan yang dipesan panitia ternyata tak sesuai dengan penawaran. Peserta juga kecewa dan sempat komplain ke panitia.
“Panitia sudah menyepakati menu nasi jenggo khas Bali, lengkap dengan ayam suwir, mi goreng, sambal goreng tempe. Namun ternyata orang tersebut menyediakan menu yang berbeda sama sekali,” kata Dyana.
Pihak panitia protes, para peserta marah dengan menu katering, yang datang terlambat sekitar tiga jam dan membawa hidangan yang tidak sama dengan saat penawaran. “Dia sudah minta maaf dan bersedia mengembalikan kompensasi sebesar 2 euro per peserta, masalah dianggap selesai. Biarlah itu menjadi pembelajaran buat kita semua. Supaya kedepannya bisa lebih baik lagi,” kata Dyana.
Dyana mengaku, untuk mempersiapkan acara, ia sudah mencicil atribut dan asesoris seperti kertas dengan warna bendera merah putih dalam ukuran kecil, bendera merah putih, hiasan dan logo Yogyakarta melalui Jastip.
“Saya minta tolong adik saya untuk membelikannya di Yogya lalu di kirim ke Belanda melalui jastip. Dan ini kan bisa dipakai untuk tahun depan. Seperti karung, tali dan lainnya,” kata Dyana.
Acara baru berakhir sekitar pukul 16.00. Banyak peserta yang menginginkan acara seperti ini dibuat lagi. Dyana berencana menggelar acara serupa saat ulang tahun Kota Yogyakarta pada Oktober nanti.
Bagi mereka yang tertarik, bisa juga bergabung di grup Facebook “Jogja Lovers Living in Holland”. “Di situ akan ada up date kegiatan,” pungkas Dyana.
Editor: Bune Laskar
Needed to create you a tiny note to finally thank you so much the moment again about the nice tips you have contributed in this article. It has been really seriously open-handed of you to make freely precisely what a number of people might have advertised for an e book to end up making some profit on their own, precisely now that you might have tried it if you desired. Those thoughts additionally worked as the good way to be sure that other individuals have a similar interest similar to my own to see a great deal more when considering this matter. I think there are many more pleasant instances up front for folks who discover your blog.