Menurut Edi Ia merasa senang karena acara ini berjalan dengan baik dan lancar. “ Semua ini karena dukungan warga Indonesia yang ada di Belanda, dan juga mereka yang memiliki visi dan misi yang sama. Yaitu membangun citra bangsa Indonesia di negara Belanda.
Juara umum dimenangkan Hartini Turmuji tinggal di Amstelveen. Juara pertama adalah Maria Arend tinggal di Apeldoorn. Juara kedua dimenangkan Paulina Zorn dari Utrecht dan juara ke tiga Tini van Gils di kota Den Bosch. Pemenang favorit pertama adalah Nuniek Christiyowati dari Hellevoetsluis dan favorit kedua diberikan kepada Vivi Subono dari Almere

Edi mengaku, menggelar acara budaya semacam ini, ia tidak memikirkan keuntungan. Tapi dia juga tak mau nombok atau rugi. “Jadi panitia tidak ada ambil untung dan ngga rugi juga. Yang penting promosi budaya bisa berjalan dan banyak warga Indonesia yang terlibat aktif serta merasa terhibur. Itu saja kita udah senang,” kata Edi.
Edi menambahkan, acara kali ini sebenarnya memiliki idealisme tersendiri. Yaitu agar warga Indonesia yang tinggal di Belanda tidak melupakan budaya Indonesia meskipun tinggal dan menetap di luar negeri.

Para panitia dan pengisi acara sudah berada dalam gedung sejak pukul 12 siang waktu setempat. Sambil melakukan babak penyisihan. Tamu undangan baru datang sekitar pukul 17.00. Untungnya, saat itu cuaca cukup cerah. Nah di dalam ruangan, meja untuk para tamu undangan dibagi dan diberi nama berdasarkan nama pulau yang ada di Indonesia. Misalnya meja Kalimantan, meja Jawa dan lainnya.
Acara dibuka dengan parade pakaian adat dengan opening lagu karisma wanita Indonesia. Musik dan liriknya dibuat oleh Sita sendiri. Lalu para peserta mengikuti dari belakang dengan membawa bendera merah putih. Mereka berjalan melewati meja- meja tamu sampai ke podium. Setelah itu seisi ruangan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Ditengah acara, panitia pengumuman finalis yang berjumlah 15 orang. Juri meminta mereka untuk memperkenalkan diri dan menjelaskan pakaian adat yang mereka pakai. Juga menjelaskan salah satu tradisi dari daerah sesuai baju yang mereka kenakan.

Menjelang waktu santap malam, tamu dipersilahkan membeli makanan yang tersedia di ruangan itu. Tentu saja masakan Indonesia. Seperti rendang, telur balado, ayam rica-rica dan lainnya. Juga ada kue tradisional seperti risoles, lemper dan sebagainya.
Edi mengakui dalam acara ini, memang masih banyak yang harus diperbaiki. Untuk itu ia dengan lapang dada menerima saran dan kritik membangun. “ Toh ini juga untuk kebaikan kita semua. Betul saya mendengar bahwa ada yang mengatakan bahwa waktunya dibuat sepadat mungkin dan mungkin juga jalan di catwalknya juga harus lebih banyak dan variasi. Tujuannya supaya lebih melibatkan peserta dan tamu undangan untuk lebih aktif dan interaktif, kata Edi dengan bijak. Ia menambahkan, rencananya tahun depan ia akan membuat acara yang lebih menarik dan penuh kejutan.

Edi De Dancer mengaku sudah 20 tahun tinggal di Belanda. Sesampainya di Belanda, Edi merasa terpanggil untuk melestarikan budaya Indonesia. “Saya ingin memperkenalkan budaya Bali melalui tarian di Belanda dan sekitarnya.”kata Edi yang lebih senang menggunakan nama Edi De Dancer dari pada nama aslinya. Tak heran jika kini ia lebih dikenal sebagai penari penari profesional dan event organizer di Belanda. ( yuke Mayaratih)