Sutradara Asal Belanda Filmkan Bunyi-bunyian Pedagang Keliling

Penulis: Yuke Mayaratih

Kabarbelanda.com – Anda yang tinggal di Indonesia mungkin tidak menyadari  kalau setiap pedagang keliling yang lewat di depan rumah anda memiliki bunyi-bunyian yang unik dan khas.

Bukan hanya pedagang makanan yang memukul piring, kentongan, atau gong kecil, tapi juga penjual jasa sol sepatu dan pencari barang rongsokan juga mengeluarkan suara khas tersendiri.

Begitu juga dengan tukang sate dan tukang roti. Mereka memiliki suara dengan nada khusus. Sangat unik.

Dari bunyi-bunyian khas itu, warga yang dilewati atau mendengarnya langsung bisa mengenali dengan mudah, barang atau jasa apa yang dijajakan pedagang  itu. Karena setiap pedagang memiliki ciri khas bunyi-bunyian tersendiri.

Para pedagang keliling dengan bunyi-bunyian unik. (Ist.)

Kalau diperhatikan dengan seksama, bunyi-bunyian itu sebenarnya terdengar lucu. Entah siapa yang memulai. Tetapi yang pasti pedagang bubur ayam berkeliling menjajakan jualannya, pasti bunyinya sama dengan pedagang bubur ayam di Jakarta Barat, misalnya. Yaitu bunyi denting mangkok yang dipukul dengan sendok.

Nah, Arjan Onderdenwijngaard, seorang warga Belanda pembuat acara dokumenter radio dan penulis buku, menangkap keunikan bunyi-bunyian dari penjual keliling itu sejak lama, sejak awal 80-an. Ia ingin membagikan bunyi-bunyian itu dalam sebuah film. Ia bahkan melakukan aransemen bunyi-bunyian yang didengarnya dalam kesehariannya, sewaktu tinggal di Jakarta.

Film ini adalah debut pertama Arjan sebagai sutradara. Ia menangkap kehidupan sehari-hari rakyat kecil dengan kesederhanaannya menjadi sebuah film yang berkesan, terutama bagi orang Eropa. Ini akan membangkitkan memori yang tak terlupakan, bagi warga Indonesia yang lama di perantauan.

Salah satu adegan di “Opera Jalanan”. (Ist.)

Setelah menonton film ini, penulis yakin penonton akan tergelitik dan membayangkan, betapa bunyi-bunyian yang selama ini terdengar namun mudah terlupakan, ternyata menyimpan rasa kangen tersendiri. Apalagi buat mereka yang tinggal di luar negeri.

“Opera Jalanan” adalah sebuah ide yang orisinil, unik, dan cukup bikin kaget. Bayangkan, sebuah musik yang dirangkai dari bunyi kentongan penjual mie tek-tek, dipadu teriakan penjual sate, bersahut-sahutan dengan suara khas dengung air mendidih di ketel uap khas tukang kue putu, disambut suara penjual roti dan penjual sayur. Total ada 35 bunyi-bunyian khas para pedagang keliling yang hadir dalam keseharian kita.

Film pendek berdurasi 15 menit 37 detik ini betul betul sesuatu di luar dugaan. Ada cerita yang terjalin di sana. Cerita tentang para pedagang keliling di sebuah komplek perumahan di kota Depok.

Bisa jadi, ini adalah inspirasi Arjan yang sudah tersimpan lama. Tapi baru bisa diwujudkan sekarang. Saat Arjan tinggal di wilayah Depok, ia mulai membangun sebuah cerita.

Poster film “Opera Jalanan”. (Ist.)

Sebagai warga Indonesia yang  hampir 10 tahun tinggal di Belanda, setelah menyaksikan film ini, penulis menjadi kangen dengan kampung halaman. Kangen mendengar bunyi-bunyian yang dulu terasa biasa saja dan tak ada istimewanya.  Sebenarnya penulis masih ingin mendengar lebih banyak lagi bunyi-bunyian yang dulu hadir di sekeliling saya.

Teringat bunyi dentingan suara gelas yang dipukul tukang cendol dan es campur. Suara nyaring dari teriakan penjual sate di malam hari dan penjual roti di pagi hari. Suara penjual sayur keliling  dan kentongan penjual mie tek tek. Dan tentu saja, suara ketel uap dari penjual kue putu.

Terbayang  juga, bagaimana penjual tape singkong berteriak dengan suara lantang, “tapeeee!”, juga suara lengkingan tukang sol sepatu yang unik dan lucu. Tukang siomay, tukang buah, tukang jemuran, tukang jamu, penjual gorengan, dan yang lainnya.

Film ini diputar di Festival Fim Indonesia di Amsterdam, Belanda, pada 30 Mei lalu. Dan premier juga akan dilakukan pada 7 Mei 2022 di Tilburg, Belanda.

Penasaran?  Buat anda yang tinggal di Indonesia, tunggu tanggal mainnya. Sedangkan buat anda yang tinggal di Belanda, masih ada kesempatan.  Premiere 7 Mei 2022, pukul 13.30,  di Pusat Budaya Mariengaarde, Burgemeester Damstraat 7, Tilburg. Harga tiket 5 euro

Arjan Onderdenwijngaard [kiri], saat menyutradarai “Opera Jalanan”. (Ist.)
Tentang sutradara “Opera Jalanan”

Arjan Onderdenwijngaard, kelahiran Tilburg, Belanda pada 1961, sudah mengunjungi Indonesia secara profesional sejak tahun 1980.

Ia pernah membuat acara dokumenter radio, menulis buku, menerbitkan foto-foto dan artikel, menyediakan ceramah, kursus dan wisata seni budaya, bersama rekannya, Theo Wilton van Reede.

Setelah Theo meninggal para 2009, Arjan bergerak sendirian. Ia aktif menjadi penulis, perupa, dan fotografer di Indonesia dan Belanda. Sejak 2014, sebagai aktor ia membintangi sekitar 15 film Indonesia, film layar lebar dan film pendek.

Beberapa karyanya membawanya kembali ke “cinta lama”, yaitu dunia perfilman. Namun kali ini ia tidak berakting di depan kamera, melainkan mengatur-atur di belakang layar. Ia menceritakan kisah yang lahir dari kehidupannya sendiri.

Bersama dengan tim, ia juga membuat film dokumenter berjudul ”Setelah Multatuli Pergi” (2020). “Opera Jalanan” (2022) adalah debutnya sebagai sutradara film.

Editor: Tian Arief

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *




Enter Captcha Here :