Arjan dan bunyi bunyian
Arjan Onderdenwijngaard mulai tertarik dengan bunyi-bunyian yang unik sejak usia remaja, semasa tinggal di Belanda.
Pada 1980, ia berkunjung ke Indonesia untuk pertama kalinya. Ia membuat dokumenter radio tentang sastra Indonesia. Dari teras rumah kos di kawasan Menteng Jakarta, ia mendengar suara-suara unik di jalan. Suara-suara itu berasal dari para pedagang keliling yang lewat di depan rumah.
Di Jakarta, ada begitu banyak pedagang keliling, yang dengan bunyi masing-masing (dengan pukulan alat maupun dengan teriakan) mencoba memanggil para pembeli.
“Saya sangat tertarik mendengar variasi bunyi-bunyian dan mulai merekamnya. Saking uniknya, bunyi bunyian itu saya rekam dan saya pakai untuk program acara radio yang saya pegang,” ujar Arjan.
Ia mengaku sudah memiliki ide membuat komposisi musik dengan bunyi-bunyian pedagang keliling di Indonesia, sejak tahun 80-an.
“Pertama-tama saya mengumpulkan satu persatu bunyi-bunyian itu secara apa adanya. Tapi saat itu biaya sewa studio untuk editing mahal, dan belum ada fasilitas teknik rekaman dengan begitu banyak track seperti sekarang,” tuturnya.
Menurut Arjan, ada ratusan ribu penjual keliling di Indonesia yang meramaikan adegan jalanan di kampung maupun perumahan.
Saat pandemi melanda, banyak terjadi perubahan pola hidup masyarakat. Namun bunyi-bunyi pedagang keliling tak pernah hilang. Di tengah ancaman penularan virus COVID-19, mereka terpaksa keluar untuk menghidupi diri dan keluarga mereka. Orang-orang mungkin kurang menyadari hal itu.