Urus Pencatatan Kelahiran Anak di Belanda Mudah, Asal Syaratnya Lengkap

Penulis: Tian Arief

Kabarbelanda.com – RIRIN Oltvoort adalah seorang warga negara (WN) Indonesia yang menikah dengan seorang pria WN Belanda, dan tinggal di kota Alphen aan den Rijn. Sebagai ibu dari seorang anak, Ririn pun mengurus Surat Bukti Pencatatan Kelahiran anaknya, yang berusia 20 bulan. Ternyata pengurusan dokumennya tidaklah sesulit yang dibayangkan sebelumnya, asalkan syarat-syaratnya lengkap.

Perempuan yang bersuamikan WN Belanda dari keluarga Oltvoort itu, kepada Kabarbelanda.com mengisahkan pengalamannya berurusan dengan kantor pemerintahan setempat dan KBRI di Den Haag, untuk keperluan pembuatan paspor Indonesia untuk anaknya.

Ririn dan keluarganya. (Dok. Pribadi)

Pertama, Ririn menyiapkan Akta Kelahiran anak yang dikeluarkan oleh gementee (kotamadya) setempat. Biaya Akte Kelahiran dari gemeente Alphen aan den Rijn, sebesar 11 euro.

“Waktu itu petugas gemeente bertanya kepada saya, untuk apa akta itu. Saya bilang, mau lapor kelahiran anak di KBRI, sekaligus mau bikin paspor Indonesia untuk anak,” kata Ririn, yang menikah pada 2019 itu kepada Kabarbelanda.com.

Bersama Björn Rai (20 bulan). (Dok. Pribadi)

Kemudian ia membuat janji dengan petugas Pelayanan Konsuler KBRI, lewat website KBRI Den Haag (https://indonesia.nl atau https://konsuler.as.me/schedule.php). Pada kolom keterangan ia menulis “untuk legalisir akta kelahiran anak dan pembuatan surat bukti pencatatan kelahiran anak”.

“Saya pilih jam paling akhir, 11.37 waktu setempat, karena paginya saya mampir ke Kemenlu Belanda untuk melegalisir Akta Kelahiran,” ujar programmer yang mulai menetap di Belanda pada 2017 itu.

Berlibur sekeluarga. (Dok. Pribadi)

Pelayanan Kekonsuleran buka pada hari Senin sampai Rabu, pukul 09.00 sampai 12.00.

Sebelumnya, Ririn sudah menyiapkan semua dokumen persyaratannya, yakni Pengesahan Fotokopi Dokumen, Surat Keterangan Pindah, dan Surat Bukti Pencatatan Perkawinan di Luar Negeri.

(Formulirnya bisa di download di https://kemlu.go.id/download/L1NoYXJlZCUyMERvY3VtZW50cy9rYnJpZGVuaGFhZy9rYnJpZGhfbGFwb3JfbGFoaXIucGRm).

Bersama Björn. (Dok. Pribadi)

Ke Kemenlu Belanda

Ririn, diantar suaminya menggunakan mobil, mendatangi Den Haag, yang berjarak 37 kilometer dari Alphen aan den Rijn, untuk melegalisir Akta Kelahiran dari gemeente di Ministerie Buitenlandse Zaken (Kementrian Luar Negeri Belanda). Kantor Kemenlu berlokasi di seberang stasiun Den Haag Centraal. Biaya legalisirnya 10 euro.

Ririn tidak perlu membuat janji terlebih dulu. Ia langsung mendatangi loket kantor tersebut, yang buka setiap hari kerja, dari pukul 09.00 sampai 12.30.

Ririn memberi tips, agar datang sebelum jam 9, agar mendapat nomor antrian awal, dan menunggu tidak terlalu lama, sehingga pada siang harinya ia bisa mendatangi kantor KBRI.

Kantor KBRI Den Haag. (Yuke Mayaratih)

“Saya rencananya datang sebelum jam 9, tapi ternyata macet di jalan. Jadi telat 5 menit. Saya dapat nomor antrian 7,” ucap Ririn. Hanya 5 menit menunggu, ia pun dipanggil, dan 10 menit kemudian aktanya sudah selesai dilegalisir.

“Setelah legalisir di Kemenlu Belanda, saya mampir ngopi dulu karena masih punya banyak waktu. Janji di KBRI masih 2 jam lagi,” tambah perempuan asal Ternate itu, sambil tersenyum.

Salah satu loket pelayanan di KBRI Den Haag. (Yuke Mayaratih)

Legalisir di KBRI Den Haag

Akta Kelahiran yang sudah dilegalisir di Kemenlu Belanda kemudian bawa ke kantor KBRI Den Haag untuk dilegalisir. Biayanya 25 euro. Ririn menunggu sekitar 10 menit sampai selesai dilegalisir.

Setelah Akte Kelahiran dilegalisir, pihak KBRI meminta dokumen lain untuk membuat Bukti Pencatatan Kelahiran. Ririn kemudian menyerahkan formulir, akta yang sudah dilegalisir, paspor miliknya (sebagai ibu), paspor suami (ayah), dan kedua paspor anaknya (paspor Indonesia dan paspor Belanda, karena berdasarkan UU No. 12/ 2006 tentang Kewarganegaraan RI, anak yang masih di bawah usia 18 tahun memiliki kewarganegaraan ganda terbatas).

Björn kini sudah punya Bukti Pencatatan Kelahiran. (Dok. Pribadi)

Semua dokumen tersebut difotokopi oleh petugas, kemudian dokumen aslinya dikembalikan kepadanya. Ririn diminta menunggu. Kira-kira 30 menit kemudian Surat Bukti Pencatatan Kelahiran pun  selesai, tanpa dikenakan biaya sepeser pun alias gratis.

Demikian pengalaman Ririn Oltvoort dalam mengurus dokumen bagi anak laki-lakinya itu, tanpa ribet dan memakan waktu lama.

Ririn, yang berencana bekerja kembali (berhenti kerja setelah menikah pada 2019) itu mengharapkan agar pengalamannya ini bisa menjadi inspirasi bagi para diaspora Indonesia yang ingin mengurus Surat Bukti Pencatatan Kelahiran anak.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *




Enter Captcha Here :