Gebrakan Satu Tahun Dubes Mayerfas untuk WNI di Belanda, Apa Saja?

Mayerfas juga mengharapkan kerja sama ekonomi ini bisa menghasilkan sesuatu yang nyata. Kalaupun sekarang hasilnya belum kelihatan, paling tidak, sudah ada kemajuan menuju hasil yang konkrit.

Ruang Pelayanan Imigrasi Lebih Luas

Ruangan layanan Imigrasi selama pandemi menjadi lebih luas, karena menggunakan aula Gedung KBRI. (Dok. KBRI Den Haag)

Ruang pelayanan urusan Keimingrasian sebelumnya sempit, sehingga hanya mampu melayani sedikit warga karena aturan jarak 1,5 meter yang diterapkan pemerintah Belanda di masa pandemi. Mayerfas kemudian memindahkannya ke aula, sehingga bisa menampung lebih banyak warga untuk dilayani.

Dubes Mayerfas tidak menutup warga dengan adanya pekerja WNI yang tidak memiliki dokumen. Ia juga menyempatkan diri mendengarkan keluhan mereka.

Pelayanan KBRI bagi WNI Tidak Hanya di Den Haag

Pelayanan Keimigrasian di acara Pasar Malam kota Heerlen. (Dok. KBRI Den Haag)

Mayerfas sudah dua kali membuka pelayanan bagi warga Indonesia di beberapa kota selain Ibu Kota Den Haag. Yaitu pada acara Pasar Malam Indonesia yang digelar di kota Heerlen (2/10) dan di kota Eindhoven (30/10).

Di Pasar Malam itu, warga bisa mendapatkan pelayanan pengurusan dokumen dari staf KBRI. Alasannya simpel saja. “Kasihan warga yang rumahnya jauh dari Den Haag. Mereka terpaksa mengambil cuti untuk mengurus paspor atau dokumen lainnya. Belum lagi biaya transpor yang tidak murah, terlebih kalau punya anak kecil. Jadi kami lah yang datang ke kota yang banyak orang Indonesianya. Mereka bisa datang ke acara Pasar Malam terdekat,” tutur pria kelahiran tanggal 10 Mei 1960 itu.

Di acara itu, warga bisa bersilaturahmi sambil mendapatkan pelayanan keimigrasian. Bukan hanya soal imigrasi, warga juga bisa mengunjungi bagian konsuler dan pendidikan atau pengurusan legalisasi surat.

Pertemuan dengan importir Belanda pada acara Coffee Cupping. Turut mendampingi, Atase Perdagangan [kanan]. (Dok. KBRI Den Haag)

Layanan ini Mayerfas istilahkan dengan “jemput bola”. KBRI tidak perlu menunggu masyarakat datang untuk mendapatkan pelayanan. Tetapi KBRI sendiri yang mendatangi masyarakat untuk memberikan pelayanan.

Selain di Pasar Malam, staf KBRI juga mendatangi kaum lanjut usia (lansia) dan difabel yang membutuhkan pelayanan pengurusan dokumen. Mereka tidak perlu jauh-jauh pergi ke KBRI di Den Haag, tapi staf KBRI sendiri yang akan mendatangi mereka. Jika pengurusan dokumen selesai, dokumen itu akan langsung diantarkan kepada mereka.

Jemput bola dan memberikan respon cepat terhadap permasalahan warga Indonesia di Belanda, bagi Mayerfas adalah bentuk pengabdian terhadap warga.

Blusukan ala Mayerfas

Menyambangi warung Indonesia, berdialog dengan pemiliknya, untuk mengetahui permasalahan yang dialaminya. (Dok. KBRI Den Haag)

Sejak menjabat sebagai Duta Besar, Mayerfas rajin melakukan blusukan. Ia seringkali menyambangi rumah makan atau warung Indonesia. Jumlahnya mencapai 300 rumah makan.

Pada saat mengunjungi rumah-rumah makan Indonesia di Belanda, Mayerfas mendengarkan keluhan mereka, yang umumnya sulit mendapatkan koki Indonesia. Ia melihat terbukanya peluang kerja bagi warga Indonesia di Belanda, saat mengunjungi rumah-rumah makan Indonesia ini.

Saat bersepeda di satu kota, saat bertemu dengan warga Indonesia, ia akan berhenti dan bercakap-cakap dengan mereka. Dari percakapan ini, ia bisa mendengarkan keluhan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan warga Indonesia yang ditemuinya.

Saat memanfaatkan waktu luang di luar jam kerja pun, Dubes Mayerfas mengharapkan tetap bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi warga.

Apresiasi warga Indonesia disampaikan lewat media sosial. Salah satunya Dona Sebayang yang merasa senang karena pelayanan KBRI Den Haag jauh lebih baik. “Kita nyaman kalau ke sana. Terima kasih Bapak Dubes yang baru atas gebrakannya,” ujar Dona. ***

Editor: Tian Arief