EDD, Zaalberg, dan Pergerakan Kebangsaan

Zaalberg (1873-1928) lahir di Batavia dari keluarga kelas menengah. Darah Indis didapat dari ibunya, Susanna Elisabeth de Bie. Sedangkan ayahnya, Pieter Jacobus Adrianus Zaalberg, seorang Belanda totok yang bekerja sebagai sekretaris di Departemen Pendidikan dan Urusan Agama Hindia Belanda. Zaalberg bergabung dengan Bataviaasch Nieuwsblad sejak masih dipimpin P.A. Daum. Selain sebagai jurnalis, Zaalberg juga aktivis kaum Indis. Di tahun 1898, ia mendirikan “Indisch Bond”, organisasi kaum Indis pertama di Hindia-Belanda, dan menjadi ketuanya. Tapi, karena darah Indisnya, baru menduduki jabatan Pemimpin Redaksi Bataviaasch Nieuwsblad pada 1908.

Begitu menjabat pemimpin redaksi, Zaalberg segera mengangkat EDD sebagai wakil pemimpin redaksi/redaktur utama. Saat itu, Ernest Douwes Dekker (lahir di Pasuruan tahun 1879) sudah dikenal sebagai aktivis dan juru-bicara kaum Indis yang kritis. Praktis semua urusan redaksional Bataviaasch Nieuwsblad ditangani EDD. Kebijakan redaksional dan warna pemberitaan koran inipun menjadi lebih progresif daripada sebelumnya.

Bertahun-tahun kerja sama kedua sahabat ini terjalin baik. Zaalberg mempercayakan sepenuhnya urusan redaksional kepada EDD. Sampai ketika EDD membentuk Indisch Partij (bersama Tjipto Mangunkusumo dan Suwardi Surjaningrat) di tahun 1912, keretakan mulai terjadi. Mirjam Maters dalam buku Dari Perintah Halus ke Tindakan Keras (Hasta Mitra, 2003) menulis: “Persahabatan erat yang terjalin antara Douwes Dekker dan Zaalberg pada akhir tahun 1912 itu berbalik 180 derajat.  Zaalberg menganggap pendirian Indisch Partij sebagai gerakan ‘tak bermanfaat dan demagogis’ yang tidak mendatangkan kebaikan pada cita-cita kaum Indo-Eropa”.

Ernest Douwes Dekker (EDD) alias Dr. Setiabudi dan istrinya. (Wikipedia)

Mendapat tentangan itu, EDD hengkang dari Bataviassch Nieuwsblad. Ia kemudian mendirikan korannya sendiri, De Expres, yang mengusung kebijakan redaksional progresif-radikal. De Expres juga menjadi organ Indisch Partij. Di tahun 1913, De Expres dibredel karena dalam edisi 13 Juli menampilkan artikel, tepatnya pamflet, dalam bahasa Belanda berjudul Als Ik Send Nederland Was… (Andai Aku Seorang Belanda…). Pamflet bernada satire karangan Suwardi Surjaningrat itu berisi kritik tajam atas himbauan pemerintah kolonial supaya orang-orang Indonesia menyumbangkan uang untuk ikut membiayai perayaan peringatan 100 tahun kemerdekaan negeri Belanda, lepas dari penjajahan Prancis. Buntutnya, “Tiga Serangkai” (EDD, Tjipto, dan Suwardi) dibuang ke Belanda.

Zaalberg meneruskan Bataviaasch Nieuwsblad dengan garis kebijakan redaksional yang lebih moderat. Di tahun 1919, ia mendirikan dan memimpin Indo-Europess Verbond (IEV)—organisasi kaum Indis Hindia Belanda yang berhasil menghimpun ribuan anggota. Zaalberg meninggal dunia di tahun 1928, di tengah maraknya pergerakan kebangsaan Indonesia. ***

*) Mantan wartawan.Kini produser film layar lebar Ali Sadikin The Movie.

Editor: Tian Arief

Comments are closed.