Penulis: Hendra Suhendra *)
JIKA anda seorang diaspora Indonesia di luar negeri, tentu anda penasaran, apa saja yang harus dilakukan saat tiba di Tanah Air di masa pandemi COVID-19 ini. Berikut ini pengalaman saya saat mendarat di Bandara Internasional Soekarno Hatta Jakarta.
Minggu, 24 Oktober 2021 pukul 15.01 WIB dari Doha

Keluar dari pesawat, penumpang langsung diarahkan menuju tempat tes PCR. Terminal 3 yang baru di Bandara Soekarno Hatta cukup besar. Jadi jalan yang ditempuh cukup panjang.
Mendekati pos pemeriksaan PCR, kita sampai di tempat registrasi dokumen. Banyak sedikitnya penumpang yang melakukan registrasi PCR, tergantung dari berapa banyak pesawat yang tiba saat itu.
Tapi jangan khawatir, di setiap pos tersedia banyak kursi. Kita bisa duduk menunggu di barisan kursi paling belakang. Secara berangsur kita bergeser duduk ke depan, menempati bagian depan yang sudah kosong.

Selesai registrasi dokumen, yaitu paspor dan hasil PCR berbahasa Inggris yang dibawa dari negara keberangkatan, kita akan mendapat kertas kecil berisi nomor dan kode QR.
Setelah itu maju ke tempat pembayaran. Harga tes PCR hari itu Rp 495.000, yang saya bayar dengan kartu kredit.
Setelah membayar, kita menuju pos pemeriksaan. Karena pemeriksaan perlu waktu, kita harus menunggu lagi di tempat duduk. Di setiap pos, ada beberapa petugas yang menjaga. Jadi, ikutilah aturan yang sudah ditetapkan.
Setelah kita mendapat tempat duduk di barisan paling depan, begitu ada kabin tes PCR yang kosong, kita dipanggil menuju ke sana.
Setelah melakukan tes usap PCR, kita menuju ke bagian Imigrasi. Di bagian imigrasi, penumpang dipisahkan berdasarkan paspor. Penumpang Warga Negara Indonesia (WNI) dipisahkan dengan penumpang Warga Negara Asing (WNA).

Di bagian Imigrasi, kita akan diminta menurunkan masker dan difoto. Setelah itu pemeriksaan sidik jari dengan menempelkan jari di alat scan yang sudah disediakan.
Dari sana kita bisa menuju tempat pengambilan bagasi. Karena prosedur yang diikuti cukup panjang, tiba di bagian pengambilan bagasi, biasanya koper kita sudah ada di ban berjalan. Bisa juga koper-koper sudah diturunkan dari ban berjalan, kalau tempatnya akan dipakai oleh penerbangan lain yang baru tiba.
Setelah itu, kita berjalan menuju pemeriksaan Douane/Cukai. Di sana kita diminta menyerahkan kertas deklarasi Douane yang sebelumnya sudah kita isi. Kertas ini biasanya dibagikan di dalam pesawat, atau bisa kita dapatkan di bandara.
Selesai melewati Douane, baru kita keluar ke arah Exit, alias pintu ke luar. Di pintu keluar, jalur akan dipecah dua, yaitu jalur ke wisma karantina dan jalur ke hotel karantina. Menurut aturan yang sekarang berlaku, wisma karantina hanya untuk WNI pelajar dan TKI dengan biaya sepenuhnya ditanggung oleh negara. Sedangkan WNI di luar kategori tersebut dan WNA, harus karantina di hotel.
Hotel karantina biasanya sudah kita pesan dulu lewat internet, dan kita akan mendapat email dengan kode QR.
Ketika kita ke luar, petugas akan menanyakan hotel tujuan, lalu kita akan difoto lagi. Setelah itu kita harus menunggu penjemput dari hotel karantina. Di pintu keluar sudah disediakan tempat duduk.
Kalau kita belum punya hotel karantina, di sana ada desk pemesanan hotel juga. Semua pembayaran untuk hotel dilakukan nanti di hotel tujuan.
Sayangnya di bagian ini tidak ada toilet atau kedai kopi yang buka. Semua pintu keluar juga terkunci. Hanya ada satu pintu Exit yang dijaga petugas.
Jadi kalau anda perlu ke toilet, anda harus minta izin balik lagi masuk ke tempat pengambilan bagasi yang jaraknya cukup jauh.

Jika petugas penjemput dari hotel sudah menemukan kita, dia akan meminta paspor kita untuk pengambilan hasil tes PCR di tempat pengumuman hasil tes.
Hasil-hasil tes beserta nama orang yang dites juga ditayangkan lewat display. Tapi kita tidak bisa mengambil sertifikat hasil tes, karena hanya bisa diambil oleh petugas hotel karantina.
Sejak itu, paspor kita akan dipegang oleh petugas hotel karantina, dan baru akan dikembalikan setelah prosedur karantina selesai.
Biasanya hasil tes di bandara baru keluar 2-3 jam. Setelah hasil tes ke luar, penjemput akan membawa kita ke luar gedung bandara menuju taksi atau shuttle bus dari hotel karantina, lalu kita dibawa ke hotel karantina tanpa tambahan biaya lagi.
Setibanya di hotel, kita akan dibawa ke tempat registrasi karantina. Menurut aturan yang sekarang berlaku, masa karantina adalah 5 hari 4 malam (walaupun kertas aturan karantina yang saya dapatkan dari hotel masih versi lama. Di sana tertulis masa karantina 8 hari 7 malam). Biaya hotel harus dibayar lunas di muka, bukan di akhir karantina.
Setelah registrasi, kita mendapat kunci kamar dan kertas peraturan karantina dan mendapat “gelang pasien” yang tidak boleh dilepas, lalu langsung diantar petugas masuk ke kamar.
Selama masa karantina, kita tidak boleh meninggalkan kamar, tidak boleh menerima kunjungan siapa pun, dan tidak boleh memesan makanan dari luar.
Jadi beruntung kalau anda membawa laptop. Sebab kalau tidak, bisa sakit mata karena main internet terus dengan HP.
Sejak tiba di bandara pukul 15.01, saya menghabiskan waktu 4,5 jam sampai tiba di hotel sekitar pukul 19.30 WIB. Kebetulan saya tiba hari Minggu dan lokasi hotel cukup dekat, hanya 20 menit dari bandara.
Saat ini, Selasa pagi, 26 Oktober 2021, adalah hari ketiga saya di hotel karantina. Kalau aturannya belum berubah, besok sore saya akan menjalani tes PCR lagi, lalu hari Kamis hasilnya sudah ada.
Kalau hasilnya negatif, saya bisa mendapat paspor saya kembali dan segera meninggalkan hotel karantina. Tapi kalau hasilnya positif, tapi saya tidak menunjukkan gejala, saya harus menjalani isolasi selama 14 hari di hotel isolasi, atau di tempat yang sudah ditentukan oleh Satgas COVID-19.
Tentu saja kita semua berharap yang terbaik demi kesejahteraan bangsa dan negara.
Tetap sehat! Stay safe and stay healthy!
*) warga Indonesia yang tinggal di Frankfurt Jerman
Editor: Tian Arief