Kabarbelanda.com – Kerinduan pada hutan Kalimantan, serta budaya Suku Dayak membuncah di Swedia pekan lalu. Masyarakat Indonesia di kota Malmö, Swedia Selatan, merayakan Hari Bumi dengan menampilkan kebudayaan Kalimantan, khususnya Dayak.
Acara tersebut diinisiasi oleh organisasi nirlaba, The Swedish Indonesia Bagus Association atau disingkat Bagus. Hadir Rosma Siregar, Kepala Bidang Ekonomi KBRI Swedia, juga Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Denmark, Dewi Savitri Wahab.
Acara yang bertajuk ”Stories and Sounds from Borneo” itu berlangsung selama dua jam di Studiefrämjandet, sebuah lembaga pendidikan Swedia yang telah lima tahun bekerja sama dengan Bagus. Hans Hansson, Ketua Bagus menyatakan bahwa, masyarakat Dayak hidup di paru-paru dunia. Selama ribuan tahun mereka hidup secara harmonis dengan hutan. Karena itulah Bagus sangat antusias mempromosikan budaya Dayak. Apalagi tiga perempat wilayah Kalimantan adalah milik Indonesia. Sayangnya bangsa Swedia lebih mengenal Kalimantan sebagai milik negeri tetangga Indonesia.
Sembilan anak-anak Bagus berusia 5-13 tahun membawakan Tarian Gantar membuka acara. Mereka adalah anak-anak asli Indonesia yang sedang mengikuti orang tuanya bekerja dan bersekolah di Swedia, anak-anak campuran Indonesia-Swedia, juga anak-anak yang berasal dari negara lain.
Puncak acara “Stories and Sounds from Borneo”, adalah penampilan musik Sape oleh Laetania Belai Djandam, mahasiswi Indonesia berusia 20 tahun yang sedang menempuh pendidikan Kesehatan Masyarakat di Universitas Sheffield, Inggris.
Belai memainkan lagu” Lan e dan Leleng” yang diiringi tarian oleh Amra Crupic, anggota Bagus. Belai mengakhiri petikan sape-nya dengan mengiringi Nisfi Roisatul Mubarokah, mahasiswi Indonesia di Universitas Lund yang menyanyikan lagu “Indonesia Tanah Air Beta”. Lagu yang membuat para penonton Indonesia hening dan rindu Tanah Air.
Selanjutnya, Belai, gadis Dayak yang aktif dalam organisasi Climate Reality Indonesia dengan fasih bercerita, bagaimana kondisi hutan Kalimantan dulu dan kini, serta bagaimana seharusnya melindungi hutan tropis disana. Belai yang masih belia itu terlihat tak kuasa menahan air matanya, saat menceritakan kondisi hutan dan ancaman kerusakan lingkungan masyarakat Dayak.