Ketika masih di Indonesia, para calon pemagang atau calon pekerja, ketika hendak bekerja ke Jepang, pada umumnya melalui Lembata Pelatihan Kerja (LPK) dan Sending Organization (SO).
Dari informasi Direktorat Bina Pemagangan/Ditjen Bilattas, Kementrian Tenaga Kerja Indonesia, pada saat ini di seluruh Indonesia saat ini ada 448 perusahaan SO ( Sending Organization) , 3.000 LPK ( 430 LPK didalamnya juga sudah memiliki izin SO /Sending Organization ).
Jujur, bisnis ‘Jual-Ekspor Manusia’, merupakan bisnis yang menjanjikan dan luar biasa. Maka tidak heran, banyak orang Indonesia berlomba-lomba mendirikan perusahaan “ Jual-Ekspor Manusia “.
Kumai di Jepang umumnya mendapatkan penghasilan yang lumayan besar dari perusahaan-perusahaan, ketika mereka bisa memasukan pekerja asing kesana.
Saat ini kondisi di Jepang, sangat kekurangan tenaga kerja. Namun biasanya ada kesepakatan tertutup yang ilegal antara Kumiai dan perusahaan yang tidak di ketahui oleh pekerja, seperti pemotongan gaji mereka perbulan, menurut informasi perorang pekerja , dari gaji aslinya bisa diambil 10,000-40,000 yen/bulan , di ambil oleh Kumai atau broker dari negara asal, dan tentu hal ini di luar sepengetahuan si pekerja.
Dari observasi lapangan beberapa , ada banyak tindakan ilegal yang dilakukan oleh oknum-oknum/broker dari LPK atau SO di Indonesia.
Seperti memungut biaya yang sangat besar kepada calon pekerja, sehingga calon pekerja dituntut punya modal yang cukup besar.
Kalau mau di dalami, dan kita mau bertanya, sebenarnya untuk bekerja ke Jepang. Perlu dicatat bahwa sebenarnya calon pekerja di Indonesia, tidak perlu mengeluarkan biaya sampai berpuluh juta, karena semuanya menjadi tanggung jawab perusahaan yang mau menerima dirinya. Namun praktek-praktek pemungutan uang dilakukan oleh banyak oknum LPK atau SO.
Banyak dari pekerja, pemagang ketika sudah di Jepang, menjadi stress bukan hanya karena uang melainkan kondisi pekerjaan yang tidak sesuai dengan apa yang di harapkan dan bahkan sangat berbeda dengan apa yang di janjikan oleh LPK, SO atau broker di Indonesia.
Yang perlu menjadi catatan penting, mereka yang ke Jepang bekerja sebagai pemagang atau pekerja umumnya adalah mereka yang banyak berasal keluarga yang tidak mampu, tinggal dari daerah, dan hidup di lingkungan yang kurang pengetahuan dan informasi, sehingga mudah di tipu bahkan sampai di peras sehingga harus menjual aset keluarga.
Berdasarkan informasi dari KBRI Tokyo dan instansi berkaitan dengan tenaga kerja di Jepang, karena ekosistem yang tidak baik tersebutlah , merupakan salah satu faktor besar pekerja, pemagang yang kabur lalu menjadi pekerja ilegal.
Bahkan tidak sedikit dari pemagang atau pekerja yang bunuh diri di dalam kamar atau di tempat kerja dan hal ini tidak di ekspos oleh media karena berurusan dengan properti dan image perusahaan.
Peristiwa pada 15 Juli lalu dan apa yang dilakukan RH , saya dan banyak rekan -rekan meyakini bahwa hal ini dikarekan faktor ekosistem yang tidak baik.
Banyaknya “mafia “ di sektor ketenaga kerjaan, baik di Indonesia maupun di Jepang, Mereka yang seharusnya bisa bekerja dengan baik di Jepang, belajar banyak tentang Jepang dan budayanya, menjadi sangat gusar, sangat kuatir dengan keadaan keluarga yang di tinggalkannya di Indonesia akibat keberadaan para ‘mafia’ tersebut. Bahkan ketika kita bertanya , banyak dari mereka mempunyai ketidakpastian akan masa depannya akan seperti apa.
Walaupun demikian, menurut penulis apa yang di lakukan RH sudah di luar adab dan norma hidup, apalagi kita yang dilahirkan dan besar di lingkungan yang mempunyai nilai luhur sebagai orang Indonesia.
Maka dari itu sudah seharus RH menjalani hukuman yang setimpal dan juga demikian dengan Kumiai yang bersangkutan bersama pihak pengirim RH harus bertanggung jawab akan hal ini.
Fukuoka, 18 Juli 2024
Editor: Natalia Santi