Belajar dari Kasus WNI di Fukuoka, 600 Yen dan Harga Diri Bangsa

Saat proses interogasi RH di Rychijyo atau pusat tahanan di kantor kepolisian Sawaraku, diketahui bahwa dalam dompet korban MA, hanya berisi uang sebesar 600 yen saja. Tangan RH pun berdarah akibat gigitan MA saat dia berusaha mencegah MA berteriak dengan menutup mulutnya. Polisi juga melakukan tes DNA.

RH diberi kesempatan memilih, apakah akan meminta bantuan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Jepang atau tidak. RH memilih tidak, atau menolak kasusnya dilaporkan ke KBRI Tokyo. Diketahui RH bekerja di sebuah perusahaan pengaspalan jalan. Dia berasal dari Yogyakarta, dalam dompetnya hanya ada identitas pribadi dan uang sebesar tiga yen.

Ada dua kemungkinan untuk RH, yakni Kyosei Soukan atau deportasi paksa, atau Syuu Kouryou, atau penahanan negara atas tindakan kriminal yang dilakukannya. Dari kedua kemungkinan tersebut, yang terbesar RH menjadi tahanan negara.

Menurut pengakuan RH,  dia menerima gaji 100 ribu yen per bulan dari perusahaan tempatnya bekerja. Dari total gajinya tersebut 90 ribu  dia kirim ke Indonesia untuk membayar hutang, modal keberangkatannya ke Jepang. Sisa 10 ribu yen itulah yang digunakan untuk hidup selama sebulan di Jepang.   Saat digeledah sebelum interogasi, isi dompet RH hanya tiga yen.

Saat ditanya motif kejahatannya, RH mengaku dia membutuhkan uang untuk melanjutkan hidup.  Ketika ditanya kenapa tidak meminjam uang kepada temannya, RH mengatakan ada larangan transaksi pinjam-meminjam di perusahaan.

RH sudah berusaha berkonsultasi ke Kumiai, atau lembaga swasta di Jepang yang menghubungkan atau menyalurkan pekerja ke perusahaan -perusahaan Jepang. Namun Kumiai tidak memberikan solusi, RH hanya disuruh bertahan.

Biasanya di setiap perusahaan Kumiai ada staf orang yang sebangsa dengan para pekerja yang disalurkan. Misalnya mereka yang menyalurkan pekerja Indonesia,  umumnya mempunyai staf Kumiai orang Indonesia.

Begitu juga dengan negara -negara lainnya seperti Vietnam, Myanmar, Kamboja, Filipina. Staf Asing yang bekerja di Kumiai tersebut , biasanya dipanggil sensei atau guru oleh para pemagang atau pekerja.

Panggilan sensei itu adalah penghormatan para pemagang atau pekerja, walaupun banyak dari para sensei tersebut bertugas hanya sebagai penerjemah dari bahasa ibu ke bahasa Jepang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *




Enter Captcha Here :