Penulis: Alf
Kabarbelanda, Fukuoka – Sebuah peristiwa yang menyentak hati sebagai orang Indonesia terjadi di Fukuoka, Jepang baru-baru ini. Beritanya terasa begitu memalukan, mencoreng wajah diaspora Indonesia yang bertahun-tahun menjaga nama baik bangsa di Kota Fukuoka.
Berawal dari seorang pemagang atau Ginou Jissusei, asal Yogyakarta berinisial RH, 28 tahun, yang tiba di Jepang pada Mei 2024. Pada saat kejadian, Senin 15 Juli 2024, di Jepang adalah hari libur memperingati Hari Laut.
Dari pengakuan langsung pelaku, RH yang kemudian diketahui hanya memiliki uang tiga yen di dompetnya, meniatkan diri untuk mencari uang bagaimana pun caranya. Dia berjalan ke beberapa tempat, mencari korban. Niatnya memang mau melakukan pada saat matahari sudah terbenam. Pada jam 21:00 di daerah Sawaraku, Taguma. RH melihat MA, 25 tahun, yang baru keluar dari minimarket LW.
RH pun mengikuti perempuan itu hingga sekitar beberapa meter di mana tidak banyak orang, RH langsung menyerang MA hingga terjatuh. RH memukul wajah MA hingga hidungnya bengkok. MA berusaha berteriak dan meminta pertolongan, namun RH langsung menutup telapak tangannya. RH juga menginjak perut MA, lalu mengambil dompet dan pouch MA, sebelum melarikan diri, pulang ke tempat tinggalnya.
Setelah RH kabur, MA pun menelepon polisi. Sekitar satu jam berselang, RH ditangkap dan digiring ke kantor polisi di Sawaraku.
Dia ditahan di pusat penahanan atau Ryuchijyou, atau tempat penahanan sementara tersangka beserta barang bukti untuk diinterogasi serta diamankan agar tidak melenyapkan barang bukti.
Setelah ada keputusan dari Kejaksaan atau Kensatsucyou yang menyatakan RH bersalah, dia dipindahkan ke Kouchijyou, atau rumah tahanan dimana tersangka sudah berubah status menjadi terdakwa. RH sebagai terdakwa akan proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan lebih dalam untuk dilanjutkan ke sidang Saibansyou atau pengadilan.
Setelah menjalani proses pengadilan, dan hakim menjatuhkan vonis, RH dipindahkan ke Keimusyou, atau lembaga pemasyarakatan.
Saat proses interogasi RH di Rychijyo atau pusat tahanan di kantor kepolisian Sawaraku, diketahui bahwa dalam dompet korban MA, hanya berisi uang sebesar 600 yen saja. Tangan RH pun berdarah akibat gigitan MA saat dia berusaha mencegah MA berteriak dengan menutup mulutnya. Polisi juga melakukan tes DNA.
RH diberi kesempatan memilih, apakah akan meminta bantuan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Jepang atau tidak. RH memilih tidak, atau menolak kasusnya dilaporkan ke KBRI Tokyo. Diketahui RH bekerja di sebuah perusahaan pengaspalan jalan. Dia berasal dari Yogyakarta, dalam dompetnya hanya ada identitas pribadi dan uang sebesar tiga yen.
Ada dua kemungkinan untuk RH, yakni Kyosei Soukan atau deportasi paksa, atau Syuu Kouryou, atau penahanan negara atas tindakan kriminal yang dilakukannya. Dari kedua kemungkinan tersebut, yang terbesar RH menjadi tahanan negara.
Menurut pengakuan RH, dia menerima gaji 100 ribu yen per bulan dari perusahaan tempatnya bekerja. Dari total gajinya tersebut 90 ribu dia kirim ke Indonesia untuk membayar hutang, modal keberangkatannya ke Jepang. Sisa 10 ribu yen itulah yang digunakan untuk hidup selama sebulan di Jepang. Saat digeledah sebelum interogasi, isi dompet RH hanya tiga yen.
Saat ditanya motif kejahatannya, RH mengaku dia membutuhkan uang untuk melanjutkan hidup. Ketika ditanya kenapa tidak meminjam uang kepada temannya, RH mengatakan ada larangan transaksi pinjam-meminjam di perusahaan.
RH sudah berusaha berkonsultasi ke Kumiai, atau lembaga swasta di Jepang yang menghubungkan atau menyalurkan pekerja ke perusahaan -perusahaan Jepang. Namun Kumiai tidak memberikan solusi, RH hanya disuruh bertahan.
Biasanya di setiap perusahaan Kumiai ada staf orang yang sebangsa dengan para pekerja yang disalurkan. Misalnya mereka yang menyalurkan pekerja Indonesia, umumnya mempunyai staf Kumiai orang Indonesia.
Begitu juga dengan negara -negara lainnya seperti Vietnam, Myanmar, Kamboja, Filipina. Staf Asing yang bekerja di Kumiai tersebut , biasanya dipanggil sensei atau guru oleh para pemagang atau pekerja.
Panggilan sensei itu adalah penghormatan para pemagang atau pekerja, walaupun banyak dari para sensei tersebut bertugas hanya sebagai penerjemah dari bahasa ibu ke bahasa Jepang.
Meskipun, biasanya para sensei pada umumnya bukan malah membantu para pekerja, melainkan malah menekan pekerja, yang notabene sebangsanya untuk diam dan bersabar, tanpa memberikan solusi yang baik buat pekerja.