“Tanaman-tanaman herbal itu banyak terdapat di halaman belakang rumah saya di Bali,” kata Bambang mengenang dengan mata berkaca-kaca.
Sesudah mencoba ramuan tradisional itu ternyata ia berangsur-angsur sembuh dari kelumpuhan yang dideritanya. Itu membuatnya tersadar.
“Kita selama ini hanya melihat halaman depan, tidak melihat ke halaman belakang, yakni kearifan lokal itu,” ujarnya serius.
Selanjutnya ia menceritakan bahwa pada masa sakit itu ia membuat minyak obat tersebut dalam jumlah cukup banyak. Dan pada waktu itu minyak obat tersebut belum ada namanya. Karena ia sudah sembuh, ia kemudian memberikan minyak obat itu sebagai oleh-oleh secara cuma-cuma kepada kenalan-kenalannya yang berkunjung ke Bali. Sambil memberikan obat itu dia berpesan bahwa itu adalah ‘minyak sakti.’
Hal diluar dugaannya pun terjadi.
“Ternyata minyak obat itu benar-benar sakti. Orang-orang dari Jakarta, Bandung, Medan dan berbagai kota yang pernah saya beri minyak obat itu, mengabarkan pada saya bahwa khasiat obat itu memang mujarab. Mereka kemudian menyarankan agar saya menjualnya,” kata Bambang tersenyum mengenang kembali masa awal bisnisnya.
Anjuran dari teman-temannya itu diterimanya. Dan saat ia kebingungan mencari nama yang tepat untuk minyak obat hasil temuannya, ia kembali mengalami peristiwa luar biasa. Tiba-tiba ia merasa ada orang menepuk pundaknya dari belakang. Orang yang ia sendiri tidak tahu darimana asal-usulnya itu berpesan: “Tolong minyaknya dikerjakan dan kasi nama Kutus-Kutus.”
“Itulah asal mula penamaan minyak Kutus-Kutus. Tanpa perencanaan, tanpa pemikiran. Kutus-Kutus kemudian resmi berproduksi tahun 2013,” kata Bambang..
Pada saat masa pandemi Covid 2019, Dr. Terawan (saat itu menjabat sebagai Menteri Kesehatan – red.) berkunjung ke tempat pembuatan minyak Kutus-Kutus di Bali. Dr. Terawan ketika itu sudah mendapat banyak laporan dari masyarakat bahwa minyak Kutus-Kutus juga mampu menangkal virus Covid. Saat berkunjung itu Dr. Terawan menyarankan agar harga penjualan minyak Kutus-Kutus diturunkan supaya bisa dijangkau lebih banyak orang. Saran Dr. Terawan itu diikutinya. Harga penjualan minyak Kutus-Kutus yang semula dari 230 ribu rupiah diturunkannya menjadi 170 ribu rupiah. Penurunan harga itu tidak diikuti dengan penurunan kualitasnya. Bahan-bahan ramuan yang digunakan masih tetap sama.