
Lokakarya angklung tersebut biasanya berlangsung selama satu hingga 1,5 jam. Lagu-lagu Indonesia ataupun lagu-lagu Barat yang dimainkan telah disesuaikan dengan usia para peserta.
Karena para peserta masih kanak-kanak, ada saja kejadian-kejadian yang menggelitik.
Misalnya, ada yang baru main angklung sebentar lalu berhenti dengan alasan lelah. Ada pula yang protes karena angklungnya berat.
Tentu saja, bagi yang merasa angklungnya terlalu berat, boleh ditukar dengan angklung dua tabung yang lebih ringan.
De Cultuur Tuin bekerja sama dengan La Galigo Foundation rutin mengadakan berbagai macam lokakarya. Salah satunya lokakarya angklung.

De Cultuur Tuin berkomitmen mengenalkan dan mengembangkan seni, budaya dan alam Indonesia kepada anak-anak.
Adapun tujuan organisasi non profit La Galigo adalah berkontribusi pada pendidikan dan budaya untuk mempromosikan peluang pengembangan di sektor tersebut.
Alasan utama mengapa memilih instrumen angklung adalah karena fokus utama dari kedua organisasi adalah budaya dan alam.
Angklung dibuat dari bambu yang merupakan hasil alam. Angklung telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia.
Dengan belajar bermain angklung, generasi muda diharapkan dapat lebih mengenal warisan budaya Indonesia dan bisa tetap melestarikan ke generasi berikutnya.
Selain lokakarya seni dan budaya juga ada pertunjukan musik, makanan dan pemutaran film. Pendaftaran secara gratis di https://www.decultuurtuin.org/activiteiten-en-programma.
Editor: Bune Laskar