Penulis : Yuke Mayaratih
Noord-Brabant, Kabarbelanda.com – Memasuki musim panas tahun ini, di berbagai kota di Belanda banyak sekali pergelaran acara seni dan budaya.
Tak ketinggalan komunitas diaspora Indonesia, yang bernama Satu Indonesia Belanda, turut menggelar acara seni dan budaya Indonesia.
Komunitas yang peduli dengan perkembangan dan kemajuan Tanah Air ini pada 13 Mei lalu menggelar acara seni dan budaya di Gedung Helvoirthuis, di sebuah desa Helvoirt di kota kecil bernama Vught.

Yanti Schroder, Ketua Komunitas Satu Indonesia Belanda mengatakan, selama ini pertunjukan seni budaya Indonesia hanya ada di kota besar.
“Acara seperti ini memang banyak ya. Tapi kan hanya di kota besar aja seperti Amsterdam atau Den Haag. Jarang yang mau bikin di desa atau kota kecil,” ujar Yanti kepada Yuke Mayaratih dari kabarbelanda.com.
Dalam menggelar acara ini Yanti mengaku banyak disupport anggota PERINMA ( Perhimpunan untuk Indonesia Maju).” Mereka anggota PERINMA yang tinggal di Swiss, Jerman dan Austria bahkan khusus datang ke Belanda untuk acara ini lho,” kata Yanti penuh haru.

Karena itu, sekarang Satu Indonesia Belanda mau mencoba membuat pertunjukan seni budaya di kota kecil Vught. Tepatnya di sebuah desa bernama Helvoirt, yang terletak di provinsi Noord-Brabant.
Acara digelar pada pukul 15.00-21.00 waktu setempat. Tiket masuk dipatok seharga 12,5 euro–15 euro per orang.

Tak kurang 400 pengunjung hadir. Mereka umumnya warga sekitar. Namun ada juga yang datang dari Limburg, Maastricht, Eindhoven, dan tentu saja Den Bosch.
Pompa Air untuk NTT
Pertunjukan seni dan budaya Indonesia ini punya tujuan mulia. Panitia akan menyumbangkan hasil pertunjukan itu bagi sebuah desa di NTT. “Kalau dalam bahasa Belandanya, goede doel.
Yaitu memberikan sumbangan untuk membuat pompa air bersih di Desa Watunggere Marilonga, Kecamatan Detukeli Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur,” ujar Yanti. Karena ini sifatnya bantuan, tentu tidak bisa dalam jumlah besar.

“Tapi setidaknya kami melakukan sesuatu untuk membuat Indonesia lebih maju,” sambungnya.
Warga Belanda dikenal mudah membantu orang lain. Saat mengetahui ada sebuah desa yang butuh bantuan air bersih, mereka tak sungkan merogoh kocek dan memberi bantuan uang.
“Tapi kami kan nggak ingin hanya meminta saja. Jadi acara ini dibuat untuk memberikan mereka hiburan, memperkenalkan budaya Indonesia, sekaligus menyumbang,” kata Yanti penuh semangat.

Tarian tradisional, peragaan busana dan musik
Acara dibuka dengan tarian “Untukmu Indonesiaku”, dilanjutkan tarian Gelombang dari Minang, yaitu tari Pasambahan, Mancak dan tari Piring. Sedangkan tarian Jawa yang dibawakan adalah Jejer Gandrung Jarang Dawuk dari Banyuwangi dan Genjring. Ditampilkan pula alunan lagu Batak, seperti Alusiau. Tampak para pengunjung menikmati penampilan para penari di atas panggung.

Semua sajian tarian ini adalah sumbangan dari Grup Tari Wahana Budaya Nusantara dan Peduli Seni Indonesia. Mereka adalah komunitas tari beranggotakan warga Indonesia yang tinggal di Belanda. Mereka juga ingin berpartisipasi untuk menyumbang melalui tarian.
Menikmati pertunjukan
Pengunjung tampak menikmati tarian tradisional yang diselingi musik Indonesia dan peragaan busana tradisional Indonesia. Peragaan busana dibawakan anak-anak dan dewasa. Termasuk oleh warga Belanda.

Tampak sekali mereka bangga bisa mengenakan baju tradisional Indonesia. Pertunjukan dimeriahkan oleh aksi DiscJockey (DJ) Nick Sieliakus, warga Belanda yang dikenal piawai memutarkan lagu-lagu Indonesia.
Tentu saja lagu pilihannya adalah lagu yang membuat orang berjoget ria. Seperti tarian Poco-poco, goyang Tobelo dan lagu Gemu Famire. Itu adalah lagu wajib yang mau tak mau membuat pengunjung bergoyang.

Makanan tradisional dan jajanan pasar
Sambil mendengar alunan musik riang, pengunjung bisa membeli aneka makanan tradisonal Indonesia yang tersedia di beberapa stan makanan dan jajanan pasar.
Untuk masakan Indonesia, ada mie bakso, sate ayam, rendang, rujak dan nasi padang.
Sedangkan jajanan pasar meliputi risoles, lemper, pastel. Ada juga aneka jamu dan cendol yang wajib ada di setiap acara budaya Indonesia di Belanda.

Workshop topi gadang dan tengkuluk
Selain musik, tarian dan makanan, panitia juga menggelar workshop membuat dan mengenakan topi Gadang dan Tengkuluk.
Itu adalah penutup kepala yang diselaraskan dengan baju tradisional asal Sumatera.

Workshop itu mengajarkan bukan saja cara menggulung dan mengenakan topi gadang dan tengkuluk, melainkan juga menjelaskan artinya secara simbolis.Saat tiba acara Tambola, pengunjung tampak sangat antusias. Maklum, Tambola adalah sejenis undian. Para pengunjung bisa membeli nomor yang akan diundi.
Hadiah yang disediakan cukup lumayan. Yaitu uang kontan sebesar 200 euro. Juga beberapa voucher untuk perawatan kecantikan dan barang peralatan rumah tangga, serta paket minuman. Disamping itu, panitia juga menerima uang kontan sebesar 500 euro yang tak ingin disebut namanya. Sementara, beberapa anggota PERINMA juga menyumbang.

Semua hadiah untuk Tambola itu adalah sumbangan dari sponsor. “Puji Tuhan banyak pihak yang tergerak untuk ambil bagian dalam acara ini. Jadi saya merasa bersyukur karena niat baik kami ini, Tuhan membukakan jalanNya.
Dan yang mengharukan adalah pemenang Tombola, yaitu salah satu anggota PERINMA, tidak mau mengambil hadiah uang sebesar 200 euro, tapi ia kembalikan lagi untuk sumbangan air bersih di NTT,” kata Yanti menutup pembicaraan.***