Didik Elpamas, “Pak Tua” Yang Berjiwa Muda

Di Belanda, sesuai dengan profesinya sebagai musisi, Didik terus menekuni bidang musik untuk kelangsungan hidup keluarganya.

Memboyong istri dan dua anak lelakinya yang lahir di Jakarta, Didik bertekad untuk memulai hidup baru di negeri orang.

Kendala hidup di Belanda

Didik dan keluarganya tinggal di kota Alphen aan den Rijn. Kehidupan baru di negeri asing tentu tidak mudah ia jalani.

Kendala bahasa, cuaca yang jauh lebih dingin dari Malang, dan perbedaan kultur menjadi tantangan yang harus ia taklukkan.

Di sana Didik berhasil mendapatkan pekerjaan pertamanya di sebuah perusahaan recycling komputer.

Karena jiwa bermusiknya masih terus menyala, band-band amatirpun didekatinya sambil mencari partner bermusik yang pas.

The Raspers. (Foto: Anastasia)

Bertemu band profesional

Pada 2001, pucuk dicinta ulam pun tiba. Sebuah group band profesional Belanda sedang mencari seorang pemain. Dari tiga orang yang melamar dan dites, Didik kemudian diterima.

Bersama The Raspers, nama grup itu, Didik memulai lagi debut karirnya.

Mengusung musik aliran 1970an, The Raspers menjadi bintang panggung untuk acara pesta perusahaan-perusahaan besar.

Bahkan masuk ke kalangan birokrat Belanda. Salah satunya, pesta yang digelar politikus Rita Ver Dong di Den Haag.

Buka sekolah musik

Pada 2005 setelah mundur dari perusahaan tempatnya bekerja, Didik mulai membuka sekolah musik.

Diawali dengan memberikan les privat gitar dan bas, usahanya semakin besar dan berkibar di samping kesibukannya sebagai anggota The Raspers.

Pengalaman bermusik yang sudah matang, memudahkan Didik untuk beradaptasi dengan semua orang.

Menurut Didik musisi Indonesia sangat intuitif dan musikalitasnya tinggi. Beda pola dengan musisi Belanda yang berpegang pada pakem dan mengikuti jalur.

Pada 2007 ia pernah sepanggung dengan Mariska Veres dan Shocking Blue.

Pada 2019, The Raspers berhasil menembus panggung bergengsi, yaitu Park Pop di Den Haag, yang menjadi saksi perjalanan musisi anak negeri.

Bagaimana caranya beradaptasi sebagai seorang anggota band? Didik memberikan resep.

“Sebuah band harus kompak. Ketika masuk ke dalam band akan lain. Ego benar-benar harus dikendalikan,” tuturnya melalui sambungan telepon kepada Kabar Belanda.

Hobi yang jadi pekerjaan

Seiring dengan berkembangnya sekolah musiknya, kesibukan Didik pun semakin padat.

Namun lelaki yang berpembawaan kalem itu tetap menikmatinya karena musik sudah menjadi hobinya sekaligus dunianya.

Kepada anak didiknya, dia selalu menekankan bahwa bermusik itu harus asik dan harus saling menikmati antara pemain dan penonton. Sehingga bisa menjadi pertunjukan yang menyenangkan.

Didik berharap, dengan banyaknya grup band Indonesia yang ada di Belanda, mereka juga bisa maju dan berkembang di negeri orang.

“Kalau ada band yang bagus, harus mendaftar ke agen musik di Belanda, yaitu melalui Band Zoeker,” tutupnya.

Comments are closed.