Ketika konflik dalam pernikahan saya semakin menajam, Ans selalu memberikan support dan saran yang positif. Terutama ketika kelahiran anak saya yang kedua, pada 2014. Kehadiran anak terkadang menambah ketegangan dalam hubungan.
Apalagi saat kondisi kita sebagai perempuan semakin bertambah lemah dan emosian saat hamil besar. Saya dan suami akhirnya sempat menjalani couple’s therapy setelah kelahiran anak kedua. (Kisah menjalani sesi terapi ini akan dibahas di tulisan terpisah).
Setiap minggu selama setahun lebih kami bekerja keras untuk memperbaiki masalah berkomunikasi, dibantu oleh seorang konselor berlatar belakang Psikologi. Dan selama kurun waktu itu, Ans banyak hadir dalam hidup saya. Dia sudah saya anggap ibu sendiri, dan anak-anak pun memanggilnya “Oma Ans”.
Selama hampir satu tahun, saya didampingi oleh program Home-Start melalui Oma Ans. Saya tak perlu membayar satu sen pun. Home-Start adalah sebuah organisasi yang didirikan di Inggris, dan mendapat lisensi di Belanda untuk beroperasi sejak tahun 2017. Kegiatannya ada di hampir setiap kota dan memiliki ribuan tenaga sukarela. Untuk informasi lebih lanjut, silakan lihat Netherlands – Homestart Worldwide.
Jadi, hal yang perlu diperhatikan karena membesarkan anak di Belanda berbeda dengan di Indonesia, adalah sebagai berikut:
- Musim berbeda
Hidup di negara dengan empat musim memerlukan ketelatenan untuk menentukan pakaian yang sesuai untuk setiap musim. Dan belajar dari orang Belanda, mereka rajin melihat ramalan cuaca, karena cuaca bisa berubah drastis dari jam ke jam.
Bisa jadi saat kita akan keluar hujan, sehingga kita memakai jas hujan. Padahal kalau kita lihat ramalan cuaca bisa terlihat bahwa hujan hanya akan turun selama 10 menit, dan setelah itu matahari bersinar.
- Budaya berbeda
Prinsipnya, di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Kita hargai kebudayaan orang Belanda yang umumnya tidak suka kalau kita datang ke rumahnya tanpa lebih dahulu membuat janji (afsprak maken). Dan pastikan kalau kita janji datang ke rumahnya jam 1 siang, ya plus minusnya 5 menit saja, tidak kurang dan tidak lebih. Mereka sangat tidak suka dengan prinsip “jam karet”.
- Kesepian
Kehidupan di Belanda relatif sepi dan dengan tetangga cenderung menjaga jarak. Beda dengan Jakarta atau kota besar di Indonesia, di Belanda toko-toko tutup rata-rata jam 6 sore. Hanya di randtstad, seperti Amsterdam, Utrecht, Rotterdam, dan Den Haag, toko-toko buka sampai malam.
Kendati demikian, sebenarnya kita selalu bisa mencari bermacam aktivitas sosial yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga setempat. Jadi sering-seringlah berkunjung ke perpustakaan (bibliotheek), karena di sana tersedia berbagai informasi dan flyer tentang kegiatan tertentu, seperti olah raga, kursus bahasa gratis, Taal Café (klub Bahasa Belanda), kursus komputer gratis, pertunjukan musik, pembacaan buku untuk anak dan lain-lain.
Tempat orang biasanya berkumpul juga di Buurthuis setempat. Ada semacam community center di setiap wilayah yang biasanya menyediakan sarapan (ontbijt)seharga 2 euro, yang terdiri dari roti, keju, telur rebus, kue dan kopi, atau jus d’orange.
- Perilaku dokter di Belanda
Anak balita biasanya hampir setiap bulan sakit. Jangan kaget kalau ke dokter di Belanda tidak memberi anda obat. Paling mendapatkan advis, banyak minum, banyak istirahat, dan minum saja parasetamol kalau demamnya di atas suhu tertentu. Antibiotik hanya diberikan jika demam lebih dari 5 hari dan keadaan anak sangat parah.
Tapi, jika anda merasa si anak benar-benar sangat lemah, jangan ragu-ragu untuk telepon kembali mereka. Segera bawa anak ke rumah sakit.