Eka mengatakan, melalui poster-poster tersebut, bisa dibayangkan kondisi rakyat saat itu, yang masih diliputi euforia Kemerdekaan.
Bonnie Triyana menuturkan, poster-poster perjuangan ini sebagian disita oleh NEFIS, badan intelijen militer Belanda, dari jalanan maupun bangunan di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia.
“Bisa dibayangkan, poster-poster yang membakar semangat tersebut dibuat seadanya dengan cat air berwarna, dan sebagian lagi bahkan hanya ditulis memakai spidol di atas kertas seadanya,” tambah Bonnie.
Peran Seniman Lewat Karya Lukisnya
Dari pameran ini pengunjung juga disuguhi betapa seniman-seniman saat itu mengerahkan kemampuannya dalam mendukung perjuangan. Terlihat dari jajaran sketsa dan lukisan, misalnya tentang Perjanjian Linggajati karya Henk Ngantung, seniman yang kemudian menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta (1964 – 1965).
Selain itu, juga lukisan-lukisan cat air karya Mohammad Toha (Pahlawan “Bandung Lautan Api” dari Bandung Selatan), yang saat itu berusia 11 tahun, dengan menyamar sebagai penjual rokok asongan di emperan jalan dan menyembunyikan peralatan gambarnya di bawah tumpukan dagangannya.
Suasana jalanan saat agresi militer Belanda antara tahun 1948 – 1949 digambarkan oleh M. Toha dengan sangat mengagumkan.
Tony Rafty, wartawan koran Australia, The Sun, pun membuat sketsa-sketsa yang menggambarkan tentang perjuangan rakyat Surabaya tahun 1945. Kendati sederhana, sketsa-sketsa mampu mengaduk-aduk emosi pengunjung.
Terdapat pula lukisan-lukisan dari seniman republiken (pendukung Republik Indonesia) ternama, antara lain Affandi, S. Sudjojono, Hendra Gunawan, Trubus, dan lain-lain.
Guratan guratan cat di atas kanvas mampu menarasikan masa lalu dengan sangat baik di tangan para seniman republiken ini.
Sarana Edukasi Yang Bagus
Menurut Wakil Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda Freddy Panggabean, pameran ini bisa menjadi sarana edukasi yang bagus.
You overlooked something!