
Otodidak
Dede mempelajari teknik fotografi bukan dari sekolah ataupun kursus, melainkan belajar sendiri (otodidak), coba-coba, dan pengalaman praktik. Makanya, saat bepergian, baik dengan gowes sepeda, mengendarai mobil, maupun naik bus/kereta, Dede tak lupa membawa serta kamera Nikon D750 kesayangannya.
Sebagai fotografer otodidak, Dede mengaku tidak memahami teori fotografi, tidak pernah mengikuti kursus fotografi. Semua dipelajarinya dari buku atau belajar dari teman fotografer. Dede menyukai foto-foto makro. Kebanyakan subjeknya bunga. Sedangkan subjek foto favoritnya adalah anak-anak, karena menurutnya lebih ekspresif. Sedangkan untuk lokasi pengambilan foto, Dede sangat menyukai taman atau padang bunga.
Dede suka mengamati sekelilingnya, baik pemandangan maupun orang-orang, kemudian mengabadikan momen bagus yang dilihatnya itu dengan kameranya. Dia ingin bercerita lewat momen-momen yang ditangkapnya itu, dengan cara candid (mengambil gambar secara apa adanya, tanpa settingan) dan ekspresi natural, dengan pencahayaan apa adanya.
Dia juga ingin menampilkan sisi terbaik dari sosok atau individu yang menjadi subjek fotonya, termasuk kehidupan bahagia mereka. Selain itu, objek alam, baik hutan maupun padang ilalang dan kebun bunga, tak luput dari bidikan kameranya.
Dede kemudian mengembangkan minatnya ke Fotografi Boudoir, dengan subjek perempuan. Dia ingin menunjukkan pada dunia bahwa semua wanita itu memiliki kecantikan tersendiri, terlepas dari ukurannya. Lewat kameranya, Dede ingin membantu subjek fotonya menampilkan sisi terbaik dari dirinya, terlepas dari berapa besar ukuran celana jinsnya. Tak peduli wanita itu mengalami kulit keriput karena ketuaan, atau mengalami perubahan bentuk tubuh setelah melahirkan anak.
“Rata-rata klien saya bilang, Dede kok aku di foto kelihatan cantik sekali!” ujarnya.

Mulai terima orderan foto
Sekitar tahun 2015, atas saran keluarga besar suami dan sahabatnya, para fotografer, Dede mulai berani menerima orderan foto dari klien. Biasanya kliennya memintanya untuk membuat foto keluarga, dengan tarif “bersahabat”. Namun, ada juga klien yang meminta boudoir, yaitu fotografi yang bertema seksi. Foto-foto boudoir yang dibuatnya tidak terkesan vulgar atau provokatif, namun lebih lebih menampilkan sisi romantis dengan menonjolkan kelebihan klien dan menutupi kekurangannya. Hal yang membuatnya bahagia adalah jika ada klien yang merasa fisiknya tidak lagi menarik, namun kemudian merasa cantik setelah melihat hasil foto boudoir tersebut.
Selain fotografi, wanita yang menikah pada 2010 dan pindah ke Belanda pada 2011 itu juga memiliki hobi memasak. Dede bahkan menerima pesanan dari kenalannya untuk dibuatkan rendang, lumpia, tahu, bakso, dan sebagainya.
Tips belajar fotografi dari Dede
Dede punya tips jitu untuk menjadi fotografer yang menghasilkan foto yang bagus. Menurutnya, fotografer jangan pernah takut mengambil angle yang berbeda. Dia harus berani mengeksplorasi dari berbagai sudut pandang. Misalnya seorang anak kecil anglenya diambil dari bawah, sesuai dengan tinggi badannya. Atau bahkan lebih rendah lagi sampai fotografernya bertiarap. Jangan takut kotor.
Kemudian jangan memotret di siang bolong. Waktu terbaik untuk mengambil foto adalah satu jam setelah matahari terbit, atau satu jam sebelum matahari terbenam karena cahayanya masih lembut. Untuk negara tropis seperti Indonesia lebih mudah untuk menentukan waktu terbaik karena jam matahari terbit dan terbenam selalu sama. Waktu terbaik memoto di Indonesia sekitar pukul 7 pagi dan sore pukul 5 sore. Sedangkan di negara empat musim seperti Belanda, jam matahari terbit dan tenggelam berbeda setiap musimnya. Kecuali pada saat mendung atau berada di hutan, kita bisa mengambil foto sepanjang hari.
Yang terpenting, katanya, perbanyaklah berlatih. Practise makes perfect.
Saat ini, Dede sedang mempersiapkan untuk membuat kartu dengan foto-fotonya yang bertema nature untuk dijual. Jadi, ke depan tidak hanya menjual jasa untuk membuat photoshoot saja. Bagi yang tertarik dengan karya-karyanya, silahkan mengunjungi websitenya di www.dedevanraaij.com.
Editor: Tian Arief