Penulis : Indira Primasari*
Semua berawal dari berpulangnya Ibu saya satu setengah tahun yang lalu. Kepergiannya yang mendadak meninggalkan rasa kehilangan dan duka yang mendalam. Sebagai seorang psikolog, saya menyadari bahwa kedukaan adalah sebuah proses yang personal. Setiap individu memiliki dinamika dan prosesnya masing-masing.
Hanya, di sisi lain saya menyadari ada tanggung jawab akademis dan pekerjaan yang perlu diselesaikan, sebagai seorang mahasiswa yang merantau ke Belanda untuk menempuh studi S3.
Saya menyadari bahwa saya memerlukan strategi pengelolaan kedukaan yang lain dari biasanya. Mencari cara untuk bisa segera bangkit dan kembali menyelesaikan tanggung jawab akademis saya sebaik-baiknya.
Di tengah pencarian saya, tiba-tiba saya teringat pengalaman seorang teman yang berlatih Aikido, sebuah seni bela diri modern dari Jepang. Pendirinya adalah Morihei Ueshiba pada awal abad ke 20. Seni bela diri ini murni bersifat pertahanan diri, mengandalkan teknik yang benar, keanggunan, dan kekuatan.
Aikido juga dikenal dengan filosofinya untuk menjalani hidup sebagai seorang ksatria yang cinta damai. Itulah sebabnya seni bela diri Aikido punya banyak pengikut di 140 negara, dan cocok dipraktikkan mulai dari anak-anak sampai lansia.