Pria Sederhana Itu Ternyata Seorang Dubes

Penulis: Sita Aulliya

Kabarbelanda.com – Amsterdam, 25 Mei 2022. Setelah turun di Stasiun Amsterdam Centraal, aku tak sulit menemukan alamat yang dikirim dari seorang teman: sebuah koffieshop di Sky Lounge Amsterdam.

Semalam sebelumnya, aku mengiyakan ajakan teman itu untuk datang ke sebuah pertemuan yang dibuat secara mendadak. Malamnya ditelepon, besok siangnya baru dikabari lokasi pertemuannya. Dan karena hari kerja, aku menyanggupi datang sepulang bekerja.

Di tengah mereka, ada seorang pria berpakaian setelan jas pantalon rapi berwarna abu-abu. (Sita Aulliya)

Tiba di restoran itu, sudah ada tiga wanita -yang seorang di antaranya sudah kukenal sebelumnya. Di tengah mereka ada seorang pria berpakaian setelan jas pantalon rapi berwarna abu-abu.

Setelah berjabat tangan dengan semuanya, aku meminta maaf kepada pria itu, karena mungkin “salah kostum”. Namun pria yang mengaku sebagai kontributor di media Kabarbelanda.com itu, dengan ramahnya mengatakan “tidak apa-apa”. Sikapnya yang wajar itu mampu menghilangkan kecanggunganku.

Tetapi setelah rasa canggungku hilang, justru muncul berbagai rasa yang tidak karuan. Pasalnya, kami datang lima menit lebih awal dari waktu pemesanan restoran. Jadinya kami tidak diperbolehkan duduk. Kami harus menunggu sampai tiba waktunya.

Rupanya kami tidak sendirian. Tampak beberapa pelanggan lainnya juga menunggu.

Nah, saat menunggu itulah, iseng-iseng aku tanya teman, redaktur di media ini, “Siapa sih pria berpakaian necis, yang bersama kami saat itu?”

Dan jawabannya benar-benar membuatku terkejut bukan kepalang.

Ternyata pria rapi yang ramah itu tak lain adalah “bapaknya seluruh WNI yang ada di Belanda”, alias bapak Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Belanda.

Ya, Bapak Mayerfas!

Malu aku. Kok aku sampai tidak mengenali wajahnya? Jujur, selama masa pendemi, aku pernah mengikuti beberapa acara virtual (online). Termasuk acara bersama KBRI Den Haag. Dan Bapak Dubes sebagai salah seorang narasumbernya.

Aku kurang ngeh dengan wajah Bapak Dubes Mayerfas. Apalagi aku sama sekali belum pernah bertemu beliau secara langsung.

Perasaanku saat itu antara kaget dan rasa tidak percaya, sekaligus juga bangga dan bahagia. Aku melihat beliau, seorang pejabat, tapi bersedia menemui kami, seorang penulis biasa. Benar-benar sebuah kejutan yang luar biasa.

Seusai pertemuan, Pak Dubes dengan sabar melayani kami melakukan foto-foto selfie. (Sita Aulliya)

Maka, ketika kami dipersilakan masuk ke dalam restoran, sengaja kupilih tempat duduk bersebelahan dengan beliau.

Rasanya saat itu banyak sekali pertanyaan dan pernyataan yang memenuhi isi kepalaku. Semuanya ingin kusampaikan kepada beliau.

Kekagumanku terhadap beliau, karena Pak Dubes adalah pejabat dengan pribadi yang sangat sederhana (humble). Mungkin rekan-rekan penulis juga merasakan hal yang sama.

Terlihat dari caranya mengamati daftar menu, lalu membicarakan makanan yang dipilih dan kemudian dipesannya. Dengan sangat ramah beliau menjawab semua pertanyaan kami. Beliau juga mendengarkan dan meladeni rasa ingintahu kami.