Laporan: Yuke Mayaratih
Kabarbelanda.com – MENGABDI kepada Tanah Air tak berarti harus di Indonesia. Tapi bisa dilakukan di mana saja. Itulah prinsip yang dianut Silvy Werdani Puntowati, M.A, pengajar (museum docent) di Museum Volkenkunde, Leiden, Belanda. Museum etnologi ini banyak menyimpan koleksi-koleksi benda bersejarah dari Nusantara.
Alumnus Antropologi Budaya UGM dan UI itu mendapat beasiswa S2 di Universitas Leiden Belanda. Selesai kuliah, perempuan bersuara lembut itu kembali ke Tanah Air untuk mengamalkan ilmu yang didapatnya, di almaternya. Namun tak kunjung mendapat penempatan sebagai pengajar. Silvy kemudian kemudian kembali ke Belanda dan bekerja di museum Volkenkunde. Baginya, untuk mengabdi dan berbuat sesuatu untuk Indonesia, bisa dilakukan di mana saja. Di museum itu, Silvy bisa mengajar segala hal yang berkaitan dengan Indonesia.
Ingin Kuliah di Psikologi
Silvy awalnya berniat kuliah di Fakultas Psikologi UGM. Alasannya simpel. Saat itu, perempuan berpenampilan kalem itu beranggapan mahasiswi Psikologi cantik-cantik dan pintar-pintar. Namun sayangnya, perempuan asli Yogya itu tak lolos ujian masuk Psikologi. Namun berkat arahan sang ayah, yang merupakan ahli Hukum Adat, ia akhirnya mengambil jurusan Antropologi di UGM.
Setelah menjadi mahasiswa Antropologi UGM selama dua semester, ternyata Silvy masih menyimpan obsesinya kuliah di Psikologi. Dan ia pun diterima di Fakultas itu di universitas yang sama. Tapi salah seorang dosen asal Amerika Serikat menilai kalau Silvy sangat berbakat (talented) dan berprestasi di bidang antropologi dan kultur. “Nanti kamu tenggelam di antara anak Psikologi itu. Sedangkan kamu belum tentu berprestasi di sana,” kata dosen tamu itu. Setelah berpikir panjang, Silvy akhirnya memantapkan diri untuk terus meneruskan studi Antropologinya.
Awal Mula ke Belanda
Pada 1983, Silvy mendapatkan beasiswa dari pemerintah Belanda untuk melanjutkan studi Master di Universitas Leiden. Karena pada masa itu, Belanda melihat bahwa di Indonesia masih sedikit ilmuwan dan dosen yang bisa berbahasa Belanda. Padahal banyak sekali data tentang Indonesia yang ditulis oleh orang Belanda. Kemudian ada satu lembaga atau institusi di Belanda memberikan beasiswa kepada mahasiswa dan dosen muda Jurusan Antropologi Budaya dan Sejarah, untuk mengambil gelar master di Universiteit van Leiden.