Penulis: Azuzan JG
MALAM pergantian tahun atau malam tahun baru biasanya identik dengan membahananya bunyi petasan luncur di angkasa. Tak terkecuali di Belanda. Tradisi membakar petasan kembang api (petasan yang disulut, melesat, meledak dan pecah di udara membentuk kembang api) sejak 2020 dilarang sama sekali, termasuk untuk perayaan tahun baru. Apa pasal?
Petasan yang memancarkan butir-butir cahaya indah berbagai warna di angkasa itu masuk kategori F3 alias berbahaya. Pada 2000, di Enschede terjadi bencana besar akibat petasan. Sebuah gudang penyimpanan petasan meledak. Ledakan itu memicu ledakan di gudang penyimpanan petasan lainnya. Akibat ledakan beruntun di gudang-gudang petasan itu, 200 rumah hangus terbakar, 23 orang meninggal dunia, dan 950 orang lainnya luka-luka. Tapi itu tidak membuat penggemar petasan jera lalu meninggalkan tradisi itu. Jumlah uang “dibakar” setiap tahunnya meningkat.

Pemerintah pun mengeluarkan aturan tegas. Barangsiapa yang kedapatan menyulut petasan jenis itu, akan dikenakan denda minimal 100 euro. Besarnya denda ditentukan dari seberapa banyak orang itu memiliki dan menyulut petasan terlarang itu. Namun peraturan tinggallah peraturan. Beda dengan kenyataan yang terjadi.
Pada 2017 pemerintah Negeri Kincir Angin itu membuat survey. Hasilnya begitu mengejutkan, jumlah uang yang dibelanjakan penduduk untuk membeli petasan sangat fantastis. Besarnya 65 juta euro pada 2015, dan 68 juta euro pada 2017. Jumlah ini setara kurang lebih 1 trilyun rupiah. Wow! Jumlah uang sebesar itu belum termasuk petasan ilegal, yang meski dilarang tapi tetap bisa beredar di pasaran.

Bila seseorang ketahuan memiliki petasan ilegal, ia akan didenda tinggi dan tidak bisa mendapat VOG (Verklaring Omtrent het Gedragd) alias Surat Keterangan Berkelakuan Baik dari pemerintah. Surat itu dibutuhkan bila orang ingin melamar suatu pekerjaan atau melanjutkan pendidikan ke bidang-bidang tertentu. Meski dilarang dengan sanksi keras, mereka tetap membeli petasan ilegal secara diam-diam di daerah perbatasan.