PPI Belanda Desak Perlindungan Mahasiswa Usai Tragedi Athaya di Wina

Den Haag, KabarBelanda.com – Muhammad Athaya Helmi Nasution (19) tak pernah menyangka perjalanan singkatnya ke Wina, Austria, berakhir tragis. Anggota Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Groningen itu wafat pada 27 Agustus 2025 setelah mendampingi rombongan pejabat publik dalam sebuah kunjungan kerja.

Di usia yang masih belia, Athaya dikenal teman-temannya sebagai sosok penuh semangat dan ramah. Ia kerap membantu kegiatan PPI, menjadi jembatan bagi mahasiswa baru, dan tak segan menjadi pemandu ketika ada acara yang melibatkan masyarakat Indonesia. Namun, dedikasinya justru berujung duka.

Aktivitas Padat, Tubuh Lelah

Menurut hasil otopsi forensik, Athaya mengalami suspected seizure. Kondisi itu kemungkinan besar dipicu sengatan panas (heatstroke), ketidakseimbangan elektrolit (electrolyte imbalances), dan kadar gula darah rendah (hypoglycemia). Sejak pagi hingga malam, ia aktif mendampingi pejabat, berpindah dari satu kegiatan ke kegiatan lain, hingga akhirnya tubuhnya tak mampu bertahan.

“Kami sangat berduka. Anak kami pergi di tengah pengabdiannya sebagai pelajar,” ungkap keluarga, yang juga menyesalkan minimnya informasi mengenai detail kegiatan yang diikuti Athaya di Wina.

Minim Pertanggungjawaban

PPI Belanda menyoroti ketiadaan permintaan maaf maupun pertanggungjawaban dari pihak penyelenggara kegiatan (event organizer/EO) dan koordinator liaison officer (LO). Keluarga almarhum bahkan menyebut adanya indikasi penutupan informasi mengenai peran Athaya selama kunjungan tersebut.

Alih-alih memberikan penjelasan, pihak penyelenggara disebut justru sibuk menyiapkan acara jamuan makan malam bersama pejabat publik. Tidak ada perwakilan yang menemui keluarga atau menunjukkan empati mendalam.

Delapan Sikap Tegas

Atas peristiwa ini, PPI Belanda mengeluarkan delapan butir sikap tegas. Mereka menolak keras pelibatan mahasiswa dalam memfasilitasi perjalanan pejabat publik tanpa kontrak resmi dan perlindungan hukum.

Tinggalkan Balasan