Diplomasi Indonesia untuk Dunia Bebas Senjata Biologi

Jenewa, KabarBelanda.com – Di ruang pertemuan PBB yang dingin dan penuh simbol diplomasi, suara Indonesia kembali terdengar lantang. Delegasi dari Jakarta datang bukan sekadar untuk hadir, melainkan untuk memastikan dunia berjalan lebih aman tanpa ancaman senjata biologi.

Pertemuan Keenam Working Group on Strengthening the Biological Weapons Convention (BWC) yang digelar di Jenewa pada 11–22 Agustus 2025 menjadi panggung penting bagi Indonesia untuk mengingatkan kembali: perdamaian global tidak bisa ditunda.

Delegasi Indonesia dipimpin oleh Kuasa Usaha ad Interim (KUAI) PTRI Jenewa, Duta Besar Achsanul Habib (kanan). (Foto: PTRI Jenewa)

Relevansi di Era Teknologi

Konvensi yang sudah berlaku sejak 1975 itu sebenarnya merupakan tonggak besar dalam upaya melarang pengembangan, produksi, dan penimbunan senjata biologi. Namun, perjalanan setengah abad lebih tidak membuatnya sempurna. Tanpa mekanisme verifikasi, kerja sama internasional, maupun kajian ilmiah yang berkelanjutan, efektivitas konvensi ini sering dipertanyakan.

Di tengah percepatan perkembangan sains dan teknologi, ancaman justru makin nyata. Apa yang dahulu dianggap mustahil, kini bisa diwujudkan di laboratorium kecil. Inilah alasan mengapa penguatan BWC menjadi agenda mendesak.

Peran Aktif Indonesia

Delegasi Indonesia dipimpin Kuasa Usaha ad Interim PTRI Jenewa, Duta Besar Achsanul Habib, bersama pejabat Kemenko Polhukam dan Kementerian Luar Negeri. Indonesia tidak hanya hadir, tetapi juga dipercaya sebagai fasilitator untuk isu implementasi nasional.

Peran itu krusial. Sebagai fasilitator, Indonesia membantu Ketua Working Group merumuskan rekomendasi, mulai dari regulasi nasional hingga peningkatan kapasitas dan dukungan teknis internasional.

“Implementasi nasional Konvensi Senjata Biologi adalah proses berkelanjutan yang harus disesuaikan dengan konteks masing-masing negara. Tidak ada satu model yang cocok untuk semua. Namun peningkatan bertahap yang didukung kerja sama internasional akan memperkuat biosekuriti global,” ujar Dubes Achsanul Habib.

Baginya, kunci utama bukan sekadar aturan di atas kertas, melainkan kemauan politik dan kolaborasi multilateral yang mendalam.

Tinggalkan Balasan