Kisah Miris Tim Karate Indonesia di Dutch Open Almere: Juara dengan Segala Keterbatasan

Penulis: Yuke Mayaratih

Kabarbelanda.com, Almere – Sebanyak 24 orang tim karate Indonesia datang ke Belanda 31 Oktober 2024. Mereka yang terdiri atas 18 atlet junior, lima pelatih, dan satu perwakilan Pusat Prestasi Nasional   (Puspresnas). Mereka bertanding melawan tim karate dari berbagai negara di ajang Dutch Open Almere di Belanda. Menyabet 8 medali emas dan duduk dalam posisi juara umum ke tiga dalam turnamen tahunan Punok Dutch Open for Youth.

Namun, dibalik prestasi itu, mereka harus melewati berbagai keterbatasan yang mengecewakan terkait dukungan logistik dan pendampingan selama kompetisi internasional tersebut.

Tim ini berangkat ke Belanda pada 31 Oktober 2024 setelah melalui persiapan panjang di Indonesia, termasuk pengurusan visa, tiket, dan akomodasi. Menurut Edi Purnomo dari Pusat Prestasi Nasional   (Puspresnas) pengumpulan data memang baru dilakukan pertengahan September tahun ini.  Maklum, peserta yang ikut bertanding ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk Papua, Bali dan NTB.

Para atlet karate dengan bangga mempersembahkan delapan medali emas untuk Indonesia. (Foto: Irma Husnita)

Pihak Puspresnas telah menanggung biaya visa, tiket pesawat domestik dan Belanda, biaya kompetisi, konsumsi dan akomodasi. Semua Tim menginap di Bastion Hotel, Almere tak jauh dari lokasi pertandingan yaitu Topsportcentrum.

Meski demikian, tim sempat berharap mendapat bantuan transportasi dari KBRI Belanda untuk kelancaran mobilitas mereka dari hotel ke lokasi pertandingan di Topsportcentrum Almere. Jaraknya hanya empat menit berkendara, tetapi memakan waktu hingga 25 menit berjalan kaki.

Miskomunikasi Soal Penjemputan

Tiba di Schiphol pada 31 Oktober pagi, tim sempat mengalami kebingungan karena tak ada kabar soal penjemputan dari pihak KBRI. Akibatnya mereka terpaksa menyewa taksi dari bandara menuju hotel beberapa hari sebelum kedatangan.  Tapi ternyata, pihak KBRI baru memberi kabar akan menjemput mereka beberapa saat sebelum kedatangan.

Tim Karate Indonesia berfoto sejenak di Bandara Schiphol. Amsterdam, Belanda. (Foto: Irma Husnita)

Menurut Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Den Haag. Agus Setiabudi, pihaknya sudah berusaha memenuhi semua permintaan dari Tim karate. “Tetapi memang diakui ada miskomunikasi dan miskoordinasi,” kata Agus.

“Kami sudah membantu dengan maksimal sejak pembuatan visa sampai transportasi, tapi memang karena waktu perencanaannya mepet, jadi memang sempat terjadi miskomunikasi. Terutama soal kendaraan,” kata Agus.

Menurut salah satu sumber yang tidak ingin disebutkan namanya, pada Jumat(1/11), saat tim melakukan technical meeting, mereka menerima kabar kalau KBRI tidak bisa menyediakan transportasi pada hari pertandingan karena keterbatasan mobil dinas.

Akibatnya, tim harus mencari taksi sendiri pada Sabtu pagi agar tidak terlambat bertanding. Sebagian lagi terpaksa berjalan kaki dengan jarak tempuh 25 menit. Tentu saja hal ini memberatkan secara biaya dan menyulitkan mobilisasi anak-anak yang rata-rata berusia antara 9 hingga 16 tahun. Apalagi dengan suhu udara 7-8 derajat celsius.

Tim karate yang akan kembali ke Indonesia. (Foto: Nana Oorschot)

“Permintaan untuk transportasi dari hotel ke lokasi pertandingan dan transportasi selama tim karate ini ada di Belanda tidak sampai ke saya. Juga soal makanan. Sejauh ini, Ketua Tim hanya minta bantuan penjemputan dari Bandara menuju hotel dan pada saat kembali dari Hotel menuju ke Bandara. Jadi kami hanya memenuhi kebutuhan yang mereka minta saja. Selebihnya pihak Tim Puspresnas tentu sudah merencanakan hal ini dengan matang sebelum keberangkatan,” kata Agus.

Edi Purnomo, membenarkan bahwa peserta pertandingan ini harus berjalan kaki menuju lokasi. ” Betul, jadi mereka jalan kaki kan juga sekalian untuk pemanasan sebelum bertanding. Ini bagus buat mereka,” kata Edi kepada kabarbelanda.com.

“Kalau memang alasannya untuk pemanasan saat berangkat, kenapa saat pulang ke hotel usai pertandingan, mereka juga harus jalan kaki ? Kan kasian mereka pasti letih. Belum lagi  cuaca sangat dingin saat itu, “kata Irma Husnita.

Irma Husnita adalah seorang pelatih Karate yang tinggal di Beverwijk Noordholland- Belanda. Kebetulan saat bertanding ia ikut mendampingi Tim Karate ini.

Makan siang sebelum bertanding. Nasi putih instan dan lauk pauk yang mereka bawa dari Indonesia ( Foto : Irma Husnita)

Kisah Makan Siang Dengan Lauk Seadanya

Masalah berlanjut ketika urusan makan siang. Tim yang bertanding selama dua hari berturut  turut ini, menyiapkan makan siang dengan nasi putih instan dan lauk pauk seperti kentang mustofa, rendang beku dan teri kacang.

Comments are closed.