Cokelat Indonesia Go Eropa, ACBI Hadir di Pameran Pangan SIAL Paris 2024

Menurut data International Cocoa Organization (ICCO) 2022-2023, Indonesia merupakan negara pengolah produk kakao olahan ke-3 terbesar dunia setelah Belanda dan Pantai Gading.

Selain itu, volume produk cocoa liquor, cocoa butter, cocoa cake dan cocoa powder yang diekspor mencatat angka 327.091 ton dan 80 persen dari total produksi nasional telah diekspor ke-96 negara. Selain produk kakao olahan, produk cokelat juga mulai menunjukkan kinerjanya melalui kontribusi ekspor dengan nilai ekspor produk cokelat 2022 meningkat 9,59 persen dibandingkan  2021.

Para pengusaha cokelat artisanal Indonesia berusaha untuk memperkenalkan dan menyediakan produk cokelat dengan kandungan kakao di atas 55 persen. (Foto: ACBI)

Ekspor Kakao Indonesia

Saat ini, Indonesia tercatat sebagai salah satu eksportir kakao terkemuka di dunia. Pada 2022, nilai ekspor kakao Indonesia mencapai sekitar USD 1,13 miliar dengan tujuan utama ekspor kakao Indonesia adalah Jerman, Belanda, Amerika Serikat, Australia, China, Malaysia, India dan Vietnam. Produk kakao yang diekspor bervariasi, dari biji kakao, pasta kakao, hingga produk olahan seperti cokelat.

Asosiasi Cokelat Bean to Bar Indonesia (ACBI) adalah asosiasi yang beranggotakan para pembuat cokelat artisan, yang menggunakan biji kakao fermentasi 100 persen dari Indonesia untuk membuat cokelat batangan dengan misi memperkuat petani kakao fine flavor yang fokus pada fermentasi, untuk memberikan nilai tambah terhadap biji kakao tersebut dengan semangat keberlanjutan, transparansi, akuntabilitas dan peningkatan kesejahteraan petani.

ACBI juga membeli biji kakao langsung dari petani untuk memastikan harga yang adil dan mengontrol kualitas biji kakao fermentasi. Asosiasi selalu berusaha untuk melakukan kampanye produk cokelat yang sehat. Hal ini karena produk cokelat kerap menghadapi resistensi konsumen dalam negeri. Misalnya akibat mitos yang menyebutkan kalau cokelat memicu batuk, yang beredar di masyarakat.

Produk cokelat kerap menghadapi resistensi konsumen dalam negeri akibat mitos yang keliru. (Foto: ACBI)

Masyarakat perlu memilah dan memilih konsumsi cokelat yaitu melihat dari kadar gulanya. Para pengusaha cokelat artisanal Indonesia berusaha untuk memperkenalkan dan menyediakan produk cokelat dengan kandungan kakao di atas 55 persen karena banyak penelitian menyebutkan biji cokelat justru meregenerasi sel dan pada diet rendah karbohidrat atau populer dengan diet keto, cokelat kandungan 100 persen justru dianjurkan oleh para ahli nutrisi. 

Pameran SIAL Paris 2024

Salon International de l’Alimentation (SIAL) Paris adalah pameran dagang khusus industri pengolahan makanan. Pameran berskala internasional terbesar di dunia untuk sektor makanan dan minuman ini digelar setiap dua tahun sekali di kota Paris, Prancis dan dihadiri oleh lebih dari 7.500 exhibitor dari 200 negara serta akan dihadiri hingga 8.000 top buyers dari seluruh dunia. Sejalan dengan upaya pemerintah Indonesia dalam peningkatan ekspor produk industri agro, ACBI akan membuka stand di SIAL PARIS 2024, pada 19–23 Oktober 2024. 

Kehadiran ACBI pada pameran bergengsi SIAL PARIS 2024 ini akan diwakili oleh perusahaan cokelat dari Bandung Terve dan diharapkan bisa memperluas pasar ekspor kakao dan produk cokelat artisan Indonesia di Eropa khususnya, dan pasar internasional pada umumnya.

Terve adalah perusahaan pengrajin cokelat premium asal Bandung Indonesia yang akan hadir dalam pameran SIAL, Paris. Terve menjalankan usahanya dengan komitmen pada produksi cokelat premium dengan kandungan cokelat di atas 55 persen, bersumber pada varietas biji asli Indonesia antara lain peraih penghargaan, biji cokelat Ransiki dari Papua. 

Meski tergolong artisanal, Terve menghadirkan teknologi Italia yang mampu mengontrol setiap langkah untuk memastikan kualitas setiap batang cokelat menjadi pengalaman istimewa bagi penikmatnya. Dalam  usianya yang baru setahun, Terve telah berhasil melakukan ekspor skala kecil ke Jepang dan saat ini berusaha menggaet pasar ekspor, Jerman, Hong Kong, Jepang dan Inggris.

Editor: Natalia Santi

Comments are closed.