Kabarbelanda.com, Paris – Kakao , salah satu komoditas perkebunan yang memiliki prospek sangat menjanjikan. Tanaman yang berasal dari Amerika Selatan ini tumbuh subur di kawasan tropis, termasuk Indonesia yang memegang urutan ketiga terbesar dunia dalam produksi biji kakao.
Predikat produsen kakao terbesar di dunia ini didapat Indonesia pada tahun 2020, setelah Pantai Gading dan Ghana di Afrika. Produksi kakao Indonesia pada 2020 mencapai 659,7 ribu ton, yang berkontribusi pada pasar global sebesar 9,17 persen.
Aprilia Melissa, media relations Asosiasi Cokelat Bean to Bar Indonesia (ACBI) menyatakan harga biji cokelat dunia terus meningkat. Meski begitu, mereka optimis permintaan pasar tetap tumbuh. Untuk itu, ACBI akan mempresentasikan produk Indonesia di pameran Salon International de l’Alimentation (SIAL) Paris pada 19-23 Oktober 2024

Aprilia menyatakan Indonesia harus memanfaatkan peluang ini dengan aktif di pameran internasional, termasuk di Eropa. Pasar global sangat membutuhkan produk kakao berkualitas tinggi, terutama biji cokelat single origin.
Ia menekankan pentingnya mendata potensi single origin di setiap daerah. Juga, mendidik petani lokal untuk fermentasi biji cokelat. Dengan cara ini, produk biji cokelat Indonesia siap memasuki pasar premium.
Aprilia memberi contoh biji cokelat dari Berau, Kalimantan Utara, sebelumnya tidak dikenal. Namun, berkat kelompok yang menggarap fermentasi cokelat, produk ini kini diminati pasar. Ini menunjukkan adanya literasi gastronomi melalui kuliner yang berkontribusi pada pengembangan pariwisata lokal.
Meskipun biji cokelat Derawan lebih dikenal, Berau masih perlu pengenalan. Kedua sektor ini dapat berkolaborasi untuk meningkatkan potensi pertanian dan pariwisata daerah.

Kisah serupa terjadi di Gaura, Sumba Barat Daya, yang juga menghasilkan biji cokelat single origin. Kenaikan harga ekspor membantu petani lokal. Selain itu, pariwisata di daerah ini bisa berkembang berkat perkebunan dan industri cokelat.
Petani biji cokelat di Ransiki, Kabupaten Manokwari Selatan, Papua Barat, mulai merasakan manfaat pelatihan fermentasi. Biji kakao Ransiki, yang tumbuh di Pegunungan Arfak, memiliki rasa berbeda dari cokelat pahit umumnya. Rasanya creamy dan manis, berkat kondisi pertumbuhan yang alami.
Pada 2023, biji cokelat ini meraih penghargaan gold medal, cacao of excellence dari International Center for Tropical Agricultural (CIAT). Cokelat Ransiki menawarkan pengalaman mewah dengan rasa yang kaya dan lembut, serta aroma buah dan sedikit vanila manis. Cokelat ini mencerminkan keindahan Papua dan kekayaan tanahnya.

Kakao di Indonesia sudah ada sejak zaman Orde Baru, tetapi petani kurang dilatih untuk fermentasi. Indonesia memproduksi 460 ribu ton kakao untuk ekspor, tetapi kualitas biji kakao masih dianggap “asalan” karena tidak difermentasi. Masalah ini disebabkan kurangnya pelatihan bagi petani. Situasi mulai membaik berkat komitmen pengrajin cokelat lokal yang memberikan pelatihan fermentasi kepada petani.
“Kita masih dalam tahap percobaan, tetapi optimis akan menghasilkan sesuatu yang produktif. Sektor ini berpotensi menyerap banyak tenaga kerja. Indonesia sudah memiliki potensi single origin dan lahan yang cukup. Dengan melatih petani dalam fermentasi, kita bisa memperkuat sektor ini. Selain itu, pengusaha cokelat lokal mulai berkembang dan permintaan masyarakat terhadap cokelat meningkat,” kata Aprilia.
Comments are closed.