Hingga kini belum diketahui secara persis siapa pemesannya, pun para penyulamnya. Yang jelas karya seni sepanjang sekitar 70 meter dan lebar 50 cm itu pada zamannya berfungsi sebagai media pemberitaan, mungkin juga propaganda.
Melalui 57 sekuel sulaman tangan tersebut, rakyat Normandia yang pada masa itu rata-rata masih buta huruf mengetahui perjalanan kejayaan pimpinannya, Duc de Normandie, Guillaume le Batard atau William the Bastard, William Si Anak Jadah.
Permadani dinding yang disimpan di Tapisserie de Bayeux (Museum Permadani Dinding Bayeux) mengisahkan epos penguasa Normandia dalam perebutan tahta kerajaan Inggris sepeninggal Raja Edward The Confessor, Edward Sang Penerima Pengakuan Dosa.
Berpegang pada wasiat almarhum pamannya yang tak berputra itu, Guillaume le Batard, berangkat ke Inggris. Tujuannya menggulingkan Harold Godwinson, ipar almarhum yang dipilih para bangsawan Inggris mengantikan Raja Edward.
Kemenangannya pada 1066 atas Harold yang terbunuh dalam perang di Hasting, membuatnya mendapat julukan Guillaume le Conquereur, William The Conqueror atau William Sang Penakluk.
Demikianlah hampir seribu tahun permadani dinding tersebut menjadi saksi bisu sejarah. Keelokannya tak lekang oleh zaman dengan segala situasi dan kondisinya, menjadi harta yang sungguh tak ternilai.