Mengagumkan, Cara Kerja Sekretaris Menteri di Belanda 

Membantu saya beradaptasi di Belanda

Kepada Pak Sekretaris, saya menceritakan pengalaman bekerja sama dengan organisasi Home-Start, 8 tahun lalu. Bagaimana inisiatif tersebut, yang digerakkan para vrijwilliger (relawan) bisa membantu kehidupan saya.

Saat bergabung, saya baru datang dari Indonesia dan harus beradaptasi dengan suami, keluarga yang baru, lingkungan, dan peran sehari-hari yang tidak mudah saat itu.

Saya  ceritakan, sebagai warga pendatang, besar keinginan saya untuk berbaur dengan masyarakat sekitar. Tapi kecenderungan orang Belanda yang tertutup pada orang baru dan pilih-pilih orang untuk diajak berbicara, membuat saya sempat kesulitan sekadar untuk mendapatkan teman.

Saya kemudian mendapat ide. Di grup Facebook, saya memposting pengumuman dalam Bahasa Belanda sederhana. Isinya kira-kira “Siapa yang mau meluangkan waktu dengan saya untuk mengobrol dalam rangka memperlancar Bahasa Belanda saya, sebulan sekali selama 1 jam, maka akan saya traktir makan siang gado-gado”.

Maklum, di rumah saya tidak pernah bicara Bahasa Belanda dengan suami, karena suami saya orang Indonesia. Hasilnya, tak seorang pun merespon pengumuman saya. Betapa sedihnya saya waktu itu.

Piknik di dekat windmollen (kincir angin), yang jadi ikon Belanda. (Jane Magdalena)

Masa-masa kesepian sebagai imigran

Kepada Pak Sekretaris, saya ceritakan pula betapa kesepiannya saya di awal-awal berimigrasi ke Belanda.

Intinya saya katakan, berdasarkan beberapa sesi pembicaraan dengan para ibu dan perempuan sesama imigran (allochtoon), salah satu hal yang paling berat tantangannya bagi imigran adalah melalui masa-masa kesepian.

Butuh waktu untuk membangun kehidupan dari awal di Belanda. Juga butuh upaya untuk mengembangkan lagi jejaring sosial dan pertemanan. Butuh ekstra kerja untuk bisa berkomunikasi dengan baik dengan orang-orang di lingkungan kita.

Nah, bayangkan semua itu dikombinasikan dengan repotnya membesarkan batita yang sangat demanding. Sebuah pekerjaan yang nyaris 24/7 dan tanpa henti. Tentu siapa pun akan merasa kelelahan, bahkan sampai depresi, seperti dialami beberapa teman saya.

Maka kehadiran lembaga-lembaga sosial seperti ini sangat membantu para orangtua yang memiliki anak, dengan berbagai cara. Ada yang menjadi teman yang menjadi pendengar yang baik. Ada yang membantu mengurus anaknya seminggu sekali, agar si ibu atau ayah bisa beristirahat barang sejenak untuk menikmati “me time” mereka. Ada juga yang menghubungkan satu keluarga dengan keluarga lainnya, agar bisa akrab dan saling membantu.

Penulis, para ketua organisasi sosial, dan Sekretaris Menteri [kedua dari kanan]. (Tessa A.)
Menjadi masukan bagi pemerintah 

Sudah menjadi budaya di Belanda, sebelum membuat sebuah kebijakan, pemerintah akan menampung banyak masukan dari berbagai elemen masyarakat, seperti tim ahli, peneliti, akademisi, organisasi sosial kemasyarakatan, dan warga sipil.

Pertemuan beberapa hari lalu itu intinya adalah organisasi-organisasi yang menberikan pelayanan yang sama akan berkoordinasi untuk menjangkau lebih banyak orang yang membutuhkan bantuan.

Dalam kesempatan itu, Pak Sekretaris menanyakan, apa saja yang bisa dibantu oleh kementrian. Salah satunya adalah endorsement agar di beberapa gemeente (pemerintah kota) yang belum menerima program ini, agar diaktifkan.

Setelah pertemuan ditutup, dilakukan pembicaraan informal di antara para ketua organisasi. Intinya, mereka mendapat kesan positif terhadap cara kerja Staatsecretaris Maarten van Ooijen. Kendati masih muda belia, Maarten van Ooijen punya kompetensi dan bagus dalam melakukan komunikasi interpersonal.

Editor: Tian Arief