Di berbagai universitas di Indonesia dipilih satu atau dua mahasiswa dari Jurusan Ilmu Sejarah dan Jurusan Ilmu Antropologi Budaya untuk mendapatkan beasiswa program Belanda. Syaratnya, bagi mahasiswa Jurusan Sejarah, harus menyelesaikan studinya di UGM Yogyakarta. Sedangkan mahasiswa Jurusan Antropologi Budaya diwajibkan menyelesaikan studinya di UI Jakarta, sebelum melanjutkan studi ke Belanda.
“Hanya tiga hari setelah ujian akhir, saya mengikuti rombongan penerima beasiswa berangkat ke Belanda. Jadi saya tidak sempat mengikuti upacara wisuda,” kata Silvy kepada Kabarbelanda.com. Ia mengaku sama sekali tak pernah membayangkan akan menetap seterusnya di Negeri Belanda.
Tak Ada Posisi di Indonesia
Selesai kuliah, Silvy kembali ke Indonesia. Sejak awal ia berniat mengabdikan diri di Indonesia setelah mendapatkan bekal ilmu yang didapat di Belanda, sesuai maksud dan tujuan program beasiswa dari Belanda. Rencananya ia kembali mengajar di Indonesia. “Tapi ternyata di situ saya tak mendapat penempatan. Nah karena merasa bertanggung jawab dengan bekerja di salah satu universitas di Indonesia, dengan tidak adanya kesempatan untuk mengabdi di Indonesia, saya merasa terbebas dari kewajiban tersebut. Bagi saya, untuk mengabdi dan berbuat sesuatu untuk Indonesia bisa dilakukan di mana saja,” tutur Silvy, yang selalu semangat mempromosikan budaya Indonesia.
“Dan ternyata itu jalan hidup. Tetapi saya bersyukur juga karena kolega saya lama hiatus. Dia menunggu sampai mendapat keputusan untuk menjadi dosen. Untuk itu ia harus menunggu lama sekali. Jadi menurut saya, masing-masing orang punya perjuangan sendiri-sendiri. Jadi nggak perlu iri hati karena orang yang sukses punya perjuangan sendiri,” ujarnya menambahkan.
Dapat Jodoh Orang Belanda
Selama menimba ilmu di Leiden, Silvy berkenalan dengan seorang mahasiswa PhD Belanda yang sedang melakukan penelitian tentang batu karang di perairan Indonesia. Pria itu juga rajin menyambangi kantin kampus Universitas Leiden. Karena mahasiswa yang tak bisa memasak biasanya menjadi langganan makan di kantin kampus yang terkenal murah dan lumayan enak. Setelah berkenalan dan pacaran, keduanya akhirnya memutuskan menikah di Indonesia.
Mereka lalu kembali ke Belanda. Sang suami merupakan ahli Biologi Laut. Setelah beberapa tahun tidak mendapatkan pekerjaan sesuai keahliannya, sang suami kemudian mendapat pekerjaan di National History of Smithsonian Institution, Amerika Serikat. Silvy beruntung bisa ikut bekerja di sana saat ada pameran kebudayaan Papua.