Keunikan lain yang dijumpai Freddy Panggabean adalah soal alat musik. Saat mengunjungi beberapa gereja katolik di salah satu kota di Belanda, ia melihat ada tarian tradisional Indonesia diiringi alat musik. “Jadi pada waktu pembukaan sebelum ibadah atau pada saat penutupan, ada tarian lengkap dengan baju daerah. Bahkan ada yang pasturnya pada saat ibadah piawai memainkan musik keroncong. Uniknya, kegiatan bermusik yang jarang kita temukan saat acara atau event kumpulan warga Indonesia, malah ketemunya di acara gereja,” jelasnya.
Begitu juga dengan masakan. Ia menemukan berbagai jenis makanan khas Manado dengan rasa yang paling otentik. Saking khasnya, ia bahkan tidak pernah menjumpai rasa masakan seperti itu di restoran di Jakarta atau Belanda sekalipun.
Di masa pandemi, bagi Freddy, peran gereja menjadi penting karena saling memperhatikan, terhubung satu sama lain, dan saling mendoakan kalau ada yang sakit. Setiap minggu, Freddy selalu mengajak istri dan anaknya ke gereja. Di situ ia tidak saja hadir untuk menyampaikan pesan kepada jemaat, tapi juga menyumbang lagu pujian bersama sang istri. Maklum, darah Batak yang mengalir di tubuhnya membawa bakat suara merdu saat memuji Tuhan.
Freddy menjelaskan bahwa kedatangannya ke berbagai gereja tidak saja menyampaikan pesan kebangsaan, tapi juga menyelipkan pesan rohani. Yaitu, kalau dulu kita atau Indonesia diinjili oleh misionaris asal Belanda, tapi sekarang kedatangan kita ke Belanda sebagai orang kristen memberkati bangsa Belanda. Antara lain, memberi perubahan terhadap kehidupan berjemaat atau bergereja.
Contoh, gereja lokal yang mayoritas orang Belanda, kalau ada dua atau tiga orang Indonesianya, pasti menjadi berubah dengan adanya makanan dan pelayan-pelayan gereja yang umumnya dilakukan perempuan Indonesia (yang menikah dengan pria Belanda, -Red). Lambat laun, anak dan suaminya jadi semangat untuk ke gereja, bahkan ikut terlibat dalam kegiatan gereja. Jadi secara tak langsung membuat perubahan.
Editor: Tian Arief