Pendekatan Tanpa Jarak Ala DCM Freddy Panggabean

Penulis: Yuke Mayaratih

Kabarbelanda.com – Mudah akrab dan rileks dalam setiap obrolan. Itulah Drs. Freddy Martin Panggabean, MA, Wakil Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Belanda atau biasa disebut DCM (Deputy Chief Mission). Di sela-sela kesibukannya, pria kelahiran Medan pada 3 Maret 1967 itu selalu menyempatkan diri bertemu dan berkenalan dengan para diaspora Indonesia di berbagai kota di Belanda. Tak pandang bulu, mulai dari pelaku usaha (toko, restoran), seniman, sejarawan, hingga dokter, semua ditemuinya.

Bertemu diaspora Indonesia, usai kebaktian di Gereja GOKN Zuthpen. (Dok. Pribadi)

“Saya kagum dengan kisah hidup mereka yang luar biasa. Bagaimana mereka memulai profesinya dan bersaing dengan warga lokal. Kisah yang menarik dan menginspirasi,” kata Freddy, yang merupakan diplomat karir Kementerian Luar Negeri RI sejak 1992 itu, dalam sebuah obrolan dengan Kabarbelanda.com.

Freddy tak hanya menyambangi para diaspora potensial dan perkumpulan, tetapi juga ia mengeksplorasi kota. “Semua kota di Belanda ini cantik, dan meskipun sudah ratusan tahun usianya, selalu terjaga dan memiliki cerita yang menarik, loh. Seperti kota Deventer, yang dikenal dengan pameran buku terbesar di Eropa, bahkan di dunia. Juga ada acara tahunan Festival Dickens, yang juga terkenal di Eropa,” tuturnya.

Menyampaikan pesan kebangsaan dan pesan rohani kepada jemaat gereja. (Dok. Pribadi)

Pria berambut perak itu juga terkesan dengan kota Deventer karena banyak toko yang menjual barang antik, termasuk buku yang sudah puluhan tahun usianya. “Saya selalu tertarik dengan toko buku lawas. Mereka setia menjual buku yang bahkan sulit ditemukan di toko buku umum. Buku klasik, misalnya, terbitan 1 di tahun itu. Dan biasanya saya selalu membeli buku-buku itu. Maklum, rumah saya di Jakarta lantai tiganya saya buat perpustakaan. Jadi banyak juga buku yang belum saya baca, hasil hunting dari berbagai negara, tersimpan di sana,” kata Freddy sambil tertawa.

Berbincang-bincang dengan pemilik toko antik di kota Deventer. (Dok. Pribadi)

Pembawaan Freddy yang murah senyum, tak berjarak, dan bersahabat ini, membuat banyak warga Indonesia yang betah ngobrol dengannya. Setiap menghadiri undangan perkumpulan warga Indonesia di Belanda, ia selalu membaur. Tidak saja sabar mendengarkan curhatan para diaspora, tetapi ia juga memberikan ide dan masukan, serta semangat bagi mereka. Terutama di masa pandemi ini.

Selama bertugas di KBRI Den Haag, Freddy, setiap hari Minggu selalu menyempatkan diri beribadah di berbagai gereja yang ada di Belanda. “Kaget juga saya, ternyata ada lebih dari 100 gereja Indonesia di Belanda ini. Misalnya Gereja Katholik kumpulan orang Indonesia di Belanda, yang tersebar di beberapa kota, seperti KKI (Keluarga Katholik Indonesia); lalu ada juga GOKN (Gereja Oikumene Kawanua Nederland) yang memiliki beberapa cabang, seperti di Amsterdam, Almere, dan Zuthphen; ada organisasi Kristen tertua di Belanda, yaitu Perki (Persekutuan Kristen Indonesia), yang berdiri sejak 1930. Selain itu, ada pula Gereja Internasional Minahasa.

Bersama Atase Perdagangan dan Pemred Kabarbelanda.com saat mengunjungi kota Deventer. (Dok. Pribadi)

“Nah yang menarik adalah dalam setiap ibadah gereja Indonesia, selalu tersaji makanan khas Nusantara. Dan makanan yang disajikan rasanya benar-benar otentik. Misalnya makanan Manado. Kita nggak menjumpai jenis makanan seperti ini di restoran manapun. Karena ini yang masak adalah perorangan,” ungkap Freddy sambil tertawa.

Menurut Freddy, selama pandemi warga Indonesia di Belanda, yang biasanya sering berkumpul, tidak bisa menggelar acara. Namun itu tak menghalanginya untuk tetap menyambangi mereka melalui pertemuan ibadah setiap minggu. Tetu dengan prosedur kesehatan ketat. Seperti menggunakan masker dan jaga jarak.