Dalam ibadah bertema “Membangun Gereja” ini, Melki mengatakan, pihaknya ingin menunjukkan keragaman budaya adalah modal kerukunan dalam berjemaat. Begitu pula dalam kegiatan pelayanan di GOKN, jemaat dan simpatisan juga terdiri dari beragam suku Indonesia. “Namun meski berbeda budaya, suku dan bahasa, tidak menghalangi kita untuk bersekutu dalam panggilanNya. Dengan api injil Kristus, kami bisa melayani di negri Belanda,” kata Melki.
Meskipun bernama GOKN, yang di dalamnya ada kata “Kawanua”, tapi jemaat datang dari berbagai suku di Indonesia. Jadi bukan suku Minahasa saja. “Makanya dalam perayaan ibadah khusus ini kami menggelar peragaan busana daerah. Karena kami mau menunjukkan bahwa jemaat GOKN itu terdiri dari berbagai suku,” ujarnya.
Nah, perayaan ulang tahun ke-10 GOKN ini disebut berbeda, karena menyuguhkan tarian maengket, tarian rakyat Minahasa. Para penari, pemusik, dan bahkan koreografernya tak lain adalah jemaat GOKN sendiri. “Berty Kaparang yang melatih kita semua, sekaligus juga dia yang membawakan lagu dan menabuh gendang tifa. Jadi semuanya dari kita untuk kita,” kata Melki.