Penulis: Yuke Mayaratih
CUACA dingin dengan suhu 12 derajat celsius disertai gerimis tak menyurutkan anggota jemaat Gereja Oikumene Kawanua Nederland (GOKN) dan tamu undangan lain mendatangi gedung Verrijzeniskerk Amsterdam, Minggu (31/10). Ibadah minggu kali ini sedikit spesial karena bertepatan dengan ulang tahun ke-10 GOKN.

Tak kurang dari 250 jemaat hadir dan mengikuti jalannya ibadah ini. Mereka datang dari berbagai kota di Belanda, antara lain dari Zutphen, Rotterdam, Amersfoort, Almere, dan Amsterdam. Tapi ada juga yang datang dari kota Versseveld, yang terletak di perbatasan Jerman.

Ibadah dibuka dengan peragaan 12 pakaian adat beragam suku. Turut diperagakan, baju ada aesan paksangko dari Sumatera Selatan, baju bodo dari Sulawesi Selatan, kebaya Jawa, baju adat Bali, kebaya Ambon, dan tentu saja baju adat Sulawesi Utara.

Menurut ketua GOKN Melki Tarumampen, latar belakang GOKN adalah oikumene. Artinya, semua sekat gereja bersatu dalam sebuah ibadah. Bentuk Pelayaan GOKN secara denominasi, pelayanan, dalam bentuk Katolik, Protestan, dan Pantekosta. “Kami mengacu pada nilai nilai kebersamaan, kekeluargan, cinta kasih, serta menghargai bentuk pelayanan masing-masing. Dengan perbedaan namun bersatu inilah yang membuat kita bisa kuat bertahan hidup di negri Belanda. Terutama dalam persekutuan ibadah ini,” kata Melki.

Dalam ibadah bertema “Membangun Gereja” ini, Melki mengatakan, pihaknya ingin menunjukkan keragaman budaya adalah modal kerukunan dalam berjemaat. Begitu pula dalam kegiatan pelayanan di GOKN, jemaat dan simpatisan juga terdiri dari beragam suku Indonesia. “Namun meski berbeda budaya, suku dan bahasa, tidak menghalangi kita untuk bersekutu dalam panggilanNya. Dengan api injil Kristus, kami bisa melayani di negri Belanda,” kata Melki.

Meskipun bernama GOKN, yang di dalamnya ada kata “Kawanua”, tapi jemaat datang dari berbagai suku di Indonesia. Jadi bukan suku Minahasa saja. “Makanya dalam perayaan ibadah khusus ini kami menggelar peragaan busana daerah. Karena kami mau menunjukkan bahwa jemaat GOKN itu terdiri dari berbagai suku,” ujarnya.

Nah, perayaan ulang tahun ke-10 GOKN ini disebut berbeda, karena menyuguhkan tarian maengket, tarian rakyat Minahasa. Para penari, pemusik, dan bahkan koreografernya tak lain adalah jemaat GOKN sendiri. “Berty Kaparang yang melatih kita semua, sekaligus juga dia yang membawakan lagu dan menabuh gendang tifa. Jadi semuanya dari kita untuk kita,” kata Melki.

Comments are closed.