Krisis Perumahan Makin Parah, Warga Belanda Unjuk Rasa Besar-besaran

Penulis: Bambang Ponco

Kabarbelanda.com, Amsterdam – Matahari bersinar cukup terik, Minggu, 12 September 2021. Ribuan orang berkumpul di Taman Westerpark, Amsterdam Barat, Belanda. Mereka berunjuk rasa menyuarakan protes terhadap pemerintahan PM Rutte, karena sulitnya mendapatkan perumahan.

Massa berkumpul di pusat kota Amsterdam. (Jenny Muda)

Unjuk rasa besar-besaran Woonprotest itu dilakukan pula di kota-kota  lainnya di Belanda. Massa pengunjuk rasa berasal dari 203 organisasi, yang seluruhnya  menyuarakan adanya krisis perumahan di Belanda.

Massa mengajukan empat tuntutan utama dari Woonprotest itu, antara  lain: 1. Pemerintah wajib menyediakan lebih banyak perumahan dengan harga terjangkau; 2. Menahan laju peningkatan harga rumah, baik sewa maupun beli; 3. Hentikan aturan perumahan yang rasis dan membeda-bedakan kelas social; 4. Menindak tegas praktik-praktik investasi parasit perumahan.

Memprotes krisis perumahan untuk kaum muda. (Jenny Muda)

Saat ini, Belanda membutuhkan sekitar 300.000 rumah sosial bersubsidi bagi masyarakat menengah ke bawah, terutama kalangan anak muda. Sekitar 20.000 orang tidak memiliki tempat tinggal, alias tidak memiliki alamat tetap.

Sudah menjadi budaya di Belanda dan Eropa pada umumnya, seorang anak akan meninggalkan rumah orangtuanya dan hidup mandiri saat menginjak usia dewasa atau saat menjadi mahasiswa.

Baliho ini lebih besar ukurannya daripada rumah yang mampu saya beli.” (Jenny Muda)

Namun demikian, ada di antara mereka yang tetap tinggal di rumah orangtuanya. Agar mendapat tempat tinggal sendiri, maka mereka mendaftarkan diri pada instansi-instansi perumahan.

Saat ini sudah ratusan ribu pendaftar menunggu bertahun-tahun untuk mendapatkan tempat tinggal sosial yang disediakan pemerintah Belanda.

Kecam Pemerintah Lamban

Umur 30-an tahun masih menyewa kamar bersama teman kuliah. Meski mereka mempunyai pekerjaan yang baik, tetap saja tidak mampu menyewa rumah di kota mereka bekerja.” (Jenny Muda)

Unjuk rasa di Amsterdam yang dilakukan secara damai dan tertib itu diikuti oleh sekitar 40 ribu orang. Mereka menyampaikan orasi-orasi di panggung terbuka. Para orator mengecam lambannya pemerintah dalam mengatasi krisis perumahan. Mereka berasal dari dari partai-partai oposisi pemerintah, seperti Groenlinks, DENK, PvDA dan lain-lain.

Aksi ini juga diikuti para orangtua yang mendukung aksi unjuk rasa, karena ingin anak-anak mereka mandiri dengan mendapatkan tempat tinggal sendiri.

“Sangat dibutuhkan: kamar anak-anak maksimal 800 euro per bulan”. Aspirasi para orangtua. (Jenny Muda)

Massa kemudian bergerak menuju pusat kota. Mereka berjalan kaki menuju Dam sambil meneriakkan yel yel dan mengusung baliho bernada protes. Aksi massa itu menarik perhatian banyak warga dan wisatawan. 

Meski jalanan dipenuhi puluhan ribu pemrotes, situasi tetap terkendali di bawah pengawasan polisi, yang juga menerjunkan pasukan berkuda. Semakin sore pengunjuk rasa terus berorasi, berjoget sambil meneriakkan yel-yel tuntutan mereka.

Sekitar pukul 6 sore, pengunjuk rasa secara berangsur-angsur membubarkan diri dengan tertib. Mereka meninggalkan area Dam menuju stasiun Amsterdam Centraal, sekitar 500 meter dari lokasi unjuk rasa.

Dibubarkan Paksa

Pengunjuk rasa mengusung miniatur rumah dalam sebuah mobil. (Jenny Muda)

Di balik unjuk rasa yang relatif tertib itu, ada sebuah insiden sekelompok pemuda dibubarkan secara paksa. Polisi anti huru-hara terpaksa harus membubarkan mereka karena berusaha menduduki bangunan kosong secara ilegal atau istilahnya kraken, di Gravenstraat. 

Sebanyak 61 orang ditangkap dalam insiden itu. Langkah represif ini dikecam banyak pihak, karena dinilai menggunakan kekerasan secara berlebihan.

Baca artikel terkait:

Jadi Tunawisma, Rakyat Belanda Bakal Gelar Demo Besar-besaran

Cari Tempat Tinggal di Belanda Bikin Pusing Tujuh Keliling

Editor: Tian Arief

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *




Enter Captcha Here :