Jadi Tunawisma, Rakyat Belanda Bakal Gelar Demo Besar-besaran

Selain semakin sedikit rumah sewa sosial yang dibangun, Belanda juga mengenal sistem urgensi. Sistem ini ditujukan untuk membantu orang yang benar-benar berada dalam situasi sangat mendesak untuk mendapatkan rumah sosial, seperti dialami ibu Bosman.

Seseorang yang masuk kategori urgensi bisa diprioritaskan dalam mendapatkan tempat tinggal, bahkan bisa lebih cepat dibanding pendaftar lainnya yang sudah menunggu bertahun-tahun.

Urgensi juga diberikan kepada statushouder (pengungsi yang boleh menetap di Belanda). Sedangkan pasangan yang bercerai dengan anak dan membutuhkan tempat tinggal, tidak dianggap urgensi. Hal ini juga menyebabkan kecemburuan sosial terhadap pendatang di Belanda.  Banyak rakyat yang kecewa terhadap pemerintah yang lebih mendahulukan pendatang.

Harga rumah beli dan sewa melonjak

Tiny house seluas 50 meter persegi. Dibangun untuk membantu -antara lain- anak muda di bawah 28 tahun agar bisa punya tempat tinggal sementara. Setelah 10-15 tahun, tiny house ini akan dibongkar. (Dian Suwarsaputri)

Saat ini, warga yang mendapat tunjangan perumahan dari negara, rata-rata menghabiskan 50 persen dari pendapatan mereka per bulan untuk membayar sewa rumah. Ini jumlah yang sangat signifikan.

Kalangan inilah yang saat ini sangat merasakan dampak krisis perumahan ini. Karena membeli rumah tidak sanggup, mereka terpaksa menyewa rumah di sektor bebas yang harga sewanya “setinggi langit”. Pemilik rumah sewa boleh menentukan harga semau mereka, dengan memanfaatkan keadaan.

Sedangkan pembeli rumah harus siap-siap membayar harga rumah jauh di atas harga jual. Menurut CBS (biro pusat statistik), harga rumah rata-rata naik 74 persen dibandingkan harga rumah pada tahun 2013.

Saat itu harga rumah di Belanda lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Para pemilik rumah tidak berani menjual rumah mereka karena takut tidak sanggup membeli rumah baru yang mereka inginkan. Akibatnya rumah yang dijual jumlahnya sedikit di pasaran.

Comments are closed.