Seseorang yang masuk kategori urgensi bisa diprioritaskan dalam mendapatkan tempat tinggal, bahkan bisa lebih cepat dibanding pendaftar lainnya yang sudah menunggu bertahun-tahun.
Urgensi juga diberikan kepada statushouder (pengungsi yang boleh menetap di Belanda). Sedangkan pasangan yang bercerai dengan anak dan membutuhkan tempat tinggal, tidak dianggap urgensi. Hal ini juga menyebabkan kecemburuan sosial terhadap pendatang di Belanda. Banyak rakyat yang kecewa terhadap pemerintah yang lebih mendahulukan pendatang.
Harga rumah beli dan sewa melonjak

Saat ini, warga yang mendapat tunjangan perumahan dari negara, rata-rata menghabiskan 50 persen dari pendapatan mereka per bulan untuk membayar sewa rumah. Ini jumlah yang sangat signifikan.
Kalangan inilah yang saat ini sangat merasakan dampak krisis perumahan ini. Karena membeli rumah tidak sanggup, mereka terpaksa menyewa rumah di sektor bebas yang harga sewanya “setinggi langit”. Pemilik rumah sewa boleh menentukan harga semau mereka, dengan memanfaatkan keadaan.
Sedangkan pembeli rumah harus siap-siap membayar harga rumah jauh di atas harga jual. Menurut CBS (biro pusat statistik), harga rumah rata-rata naik 74 persen dibandingkan harga rumah pada tahun 2013.
Saat itu harga rumah di Belanda lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Para pemilik rumah tidak berani menjual rumah mereka karena takut tidak sanggup membeli rumah baru yang mereka inginkan. Akibatnya rumah yang dijual jumlahnya sedikit di pasaran.
Rob de Jonge, seorang ayah dua anak, bersama istrinya berhasil memenangkan penawaran rumah impian mereka. ”Setelah memenangkan penawaran dari 14 penawar lainnya, kami sangat galau. Kami sangat menginginkan rumah itu, tapi menawar Eur 65.000 (sekitar 1,1 milyar) lebih mahal dari harga yang diminta adalah penawaran yang gila-gilaan,” keluh Rob, yang tidak setuju dengan kondisi bisnis perumahan yang sangat tidak sehat dan tidak masuk akal ini.
“Sebulan kemudian rumah kami terjual dengan harga Eur 85.000,00 lebih dari harga yang kita minta. Hal ini membuat kami terpaksa menerima kondisi ini. Yah, begitulah keadaan jual beli rumah di Belanda sekarang. Ada juga yang lebih gila dari kami,” ucapnya, sambil tertawa getir.
Rakyat jemu dengan kondisi ini
Sudah dipastikan saat ini Belanda sedang mengalami krisis perumahan cukup serius, dan setiap hari semakin tegang suasananya.
Pada 12 September dan 23 Oktober, di Amsterdam akan berlangsung demonstrasi besar menuntut pemerintah memperbaiki keadaan. Di berbagai sosmed, rencana aksi ini disosialisasikan untuk menarik pengikut demo sebanyak-banyaknya.
Demo ini juga didukung oleh para politisi, seperti partai politik PvDA dan Groenlinks, yang menilai pemerintah harus turun tangan secepatnya untuk merealisasikan pembangunan rumah sebanyak-banyaknya. Karena itulah satu-satunya cara Belanda keluar dari krisis rumah ini.
Tetapi tampaknya rakyat Belanda harus lebih bersabar lagi karena saat ini kabinet baru tak kunjung terbentuk. Kabinet saat ini statusnya demisioner.
Semoga saja demo ini tidak berakhir dengan kerusuhan, seperti terjadi pada demo krisis rumah tahun 1980.
Editor: Tian Arief
Comments are closed.