Mengurus Anak di Belanda Terbantu Berkat Home-Start

Salah satu tantangan besar membesarkan anak adalah jauh dari keluarga besar. (R. Weger Manik)

Saya tidak memungkiri, salah satu tantangan besar membesarkan anak di tempat yang jauh adalah betapa saya sangat merindukan keluarga besar yang selalu siap membantu setiap hari. Bahkan hampir 24 jam sehari, dan 7 hari dalam seminggu.

Maka kemandirian dan ketegaran adalah hal yang harus dipupuk jika hendak membesarkan anak di Belanda. Apalagi tidak punya keluarga di sekitar, seperti saya pada saat itu. Atau belum punya banyak teman dan kenalan yang bisa sekadar diajak hang-out atau sekadar dimintai tolong.

Suatu hari, saya membawa anak untuk diimunisasi di Ouder en Kind Centrum (Puskesmas). Saya membaca salah satu selebaran yang ada di sana. Tulisan depannya sangat menarik dalam bahasa Inggris, sehingga saya langsung paham, “Do you need help?” lalu tulisan di bawahnya tentang pengasuhan anak. Ada sebuah program pendampingan gratis yang ditawarkan oleh organisasi bernama Home-Start. Saya baca semua keterangan, lalu mengirim e-mail ke contact person yang tertulis di pengumuman itu. Beberapa hari kemudian, saya mendapat telepon dari Margo Oosterhout, manajer Home-Start wilayah Amsterdam. Dia minta izin untuk mengunjungi saya. “Wow.” Untuk pertama kalinya saya punya tamu. Senang sekali rasanya.

Pupuklah kemandirian dan ketegaran selama hidup di Belanda. (Jane Magdalena)

Ternyata prosedur pendampingan itu demikian. Manajer atau koordinator akan melakukan home-visit atau kunjungan langsung ke rumah untuk berbicara langsung dengan orangtua, baik itu ibu atau ayah si anak, tentang kondisi rumah masing-masing. Juga ditanyakan, anaknya ada berapa dan usia berapa tahun.

Saat di rumah, mereka bisa melihat secara langsung bagaimana potret kehidupan keluarga kami. Dan tugas koordinator adalah untuk mencarikan tenaga relawan (vrijwilliger) yang sesuai untuk setiap keluarga.

Kebetulan saya dipasangkan dengan Ans, seorang perempuan Belanda usia pensiun yang luar biasa baik, dan kebetulan rumahnya hanya berjarak sekitar 3 kilometer. Jarak yang dengan mudah bisa ditempuh dengan bersepeda.

Beradaptasi dengan pasangan sudah tantangan, apalagi blended family. (R. Weger Manik)

Ans kemudian berkunjung ke rumah setiap minggu. Sebuah hal yang dinanti-nanti. Ans seorang pendengar yang baik dan sangat supportif. Kami berbicara kebanyakan dalam Bahasa Inggris. Banyak orang Belanda bisa berbahasa Inggris.

Ans, dalam usianya yang lebih dari 70 tahun, juga sangat bijaksana. Dia sudah mengalami banyak asam-garam kehidupan. Ia baru saja kehilangan suaminya, yang meninggal karena kanker. Ia juga baru dikaruniai dua cucu.

Itulah ritme kehidupan. Ada awal, ada akhir. Ada kematian, ada kelahiran. Saya belajar dari Ans bahwa dalam pernikahan pun ada ritme seperti itu, seperti siang dan malam. Ada masa-masa bahagia dan kadang kita harus menelan kekesalan dan kesedihan. But it all comes in a package. Kita tidak bisa merasakan kebahagiaan tanpa merasakan kesedihan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *




Enter Captcha Here :