Penulis: Yuke Mayaratih
Kabarbelanda.com – RUTINITAS dalam pekerjaan seringkali membuat kita tak lagi bisa menikmati hidup. Apalagi buat mereka yang tinggal di Belanda. Pulang kantor mereka masih harus melakukan pekerjaan rumah tangga.
Lalu apa yang dilakukan sekelompok anak muda Indonesia supaya bisa menikmati hidup?
Sekelompok anak muda yang sama-sama memiliki hobi bermusik menggelar jamming secara rutin. Selain melepas penat, momen ini juga dimanfaatkan sekaligus sebagai ajang silaturahmi.
Pencetus ide membuat kelompok pemusik Indonesia di Belanda tak lain adalah Carlo Tamba. Laki laki asal Medan Sumatera Utara yang sudah 32 tahun tinggal di Belanda.

“Saya mengajak beberapa kawan yang hobi musik untuk bersama-sama menyewa studio supaya kita bisa leluasa jamming. Tapi ini bukan seperti sewa studio dengan tarif per jam atau perhari. Studio ini kami sewa perbulan sebesar 310 Euro dengan uang jaminan sebesar 600 Euro,” kata Carlo saat ditemui Kabarbelanda.com beberapa waktu lalu.
Carlo berhasil mengajak tiga kawannya yang juga hobi musik untuk patungan. Mereka adalah Henri Manik, Asa Sidabutar, Dachlan Saragih.
“Ketemunya di acara Pesta Adat Batak. Dengan berjalannya waktu, anggota bertambah. Ini meringankan biaya sewa bulanan yang dibayar secara patungan, berdasarkan jumlah anggota,” kata pria yang memiliki anak semata wayang ini.

Sejak tahun 2017, studio di kawasan De Meern Utrecht resmi menjadi tempat berkumpulnya anak band Indonesia di Belanda. Namanya Studio Esasamana yang bermakna “satu tujuan”.
Jumlah anggota saat ini ada 12 orang. Mayoritas tinggal di kota Utrecht, yaitu Dea, Gusdu, Halim, Pris dan Carlo. Sementara anggota lainnya, Kiki dan Roger tinggal di Houten. Sedangkan Dolly tinggal di Veghel, Tom tinggal di Ijsselstein, Yana di Amersfoort, Martin dan Yeti di Nieuwegein.
Tujuan utama kelompok ini adalah membangun kebersamaan lewat musik. Ke -12 anggota ini sepakat untuk wajib hadir ke studio pada minggu pertama tiap bulannya. Tak hanya bermusik, pertemuan juga jadi ajang curhat dan makan-makan tentu saja.

“Untungnya anggota kami ada dua perempuan, jadi selalu kepikiran untuk membawa makanan, paling tidak snack untuk dimakan bersama saat jeda,” kata Kiki sambil tertawa.
Menurut Kiki, studio sering juga dipakai group band lain untuk latihan. Misalnya sebelum mereka pentas atau membuat pertunjukan musik, bisa pakai studio ini. Bayarnya sukarela.
Carlo mengaku, sering juga ke studio sendirian. Bernyanyi dan latihan vokal. Kadang juga sambil main gitar. Maklum, rumah di Belanda umumnya berdempetan. Jadi kuatir mengganggu tetangga atau orang rumah.

“Kalau di studio kan lebih leluasa. Selain kita bisa datang jam berapa saja, sampai pagi di situ, bisa juga ajak teman-teman pemusik lainnya yang ada di Amsterdam atau kota lain untuk jamming bareng,” kata Carlo.
“Kalau kata orang Belanda gezellig, atau bergembira ria dan kita bisa akrab satu sama lain. Hubungannya jadi seperti keluarga. Kadang-kadang kita ngga usah main musik bareng, tapi ngumpul dan makan di warung Indonesia, karena sudah dekat satu sama lain,” kata Carlo yang beristrikan perempuan Belanda.
Dengan membayar 25- 30 Euro tiap bulan, para anggota punya kesepakatan lain. Yaitu jika salah satu anggota atau keluarganya berulang tahun dan bikin acara pesta misalnya, tidak perlu mengeluarkan uang ekstra untuk band musik.

Comments are closed.